This is your very first post. Click the Edit link to modify or delete it, or start a new post. If you like, use this post to tell readers why you started this blog and what you plan to do with it.
BLOG WINARIA LUBIS
This is the post excerpt.
Melalui Bahasa dan Sastra, mari kita tumbuhkan solidaritas kemanusiaan dan membuka wawasan tentang Indonesia
This is the post excerpt.
This is your very first post. Click the Edit link to modify or delete it, or start a new post. If you like, use this post to tell readers why you started this blog and what you plan to do with it.
KONSEP DASAR MENULIS DAN LANGKAH-LANGKAH MENULIS
Gambar 1
A. Konsep Dasar Menulis
Seorang penulis yang baik, mampu menyampaikan gagasan dengan baik pula. Amatlah pantas, jika di negara-negara maju pendidikan di sekolahnya, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi meletakkan kewajiban menulis sebagai sebuah kewajiban yang harus ditempuh. Oleh karena itu, penulis yang baik perlu memperhatikan beberapa syarat mutlak yang harus dikuasai di antaranya: (a) kemampuan menggali masalah, (b) kemampuan menuangkan gagasan ke dalam kalimat dan paragraf, (c) menguasai teknik penulisan seperti penerapan tanda baca (pungtuasi), dan (d) memiliki sejumlah kata yang diperlukan.
Menulis digunakan oleh pelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan atau memberitahukan, dan mempengaruhi. Maksud dan tujuan menulis dapat dicapai dengan baik oleh seseorang yang dapat menyusun gagasan, pikiran, argumen, dan menuangkannya dengan jelas. Kejelasan ini tergantung pada penalaran, organisasi, bahasa, ejaan, dan tanda baca yang digunakan.
Wardhana (2007:33) menyatakan bahwa menulis adalah suatu keahlian dalam menuangkan suatu ide, gagasan atau gambaran yang ada di dalam pikiran manusia menjadi sebuah karya tulis yang dapat dibaca dan mudah dimengerti atau dipahami orang lain. MacArthur (2007:2) menyatakan writing is a powerful tool for getting thing done and a language skill to convey knowledge and information. Menulis merupakan keterampilan berbahasa untuk menyampaikan gagasan dan informasi. Menurut Ariadinata (2009:5) menulis merupakan sarana paling ampuh untuk menyampaikan gagasan.
Keterampilan menulis, sebagaimana keterampilan berbahasa yang lain, menuntut penguasaan aspek bahasa yang meliputi (a) penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan kata, (b) penguasaan kaidah-kaidah sintaksis secara aktif, (c) kemampuan menemukan gaya (genre) yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan, dan (d) tingkat penalaran atau logika yang dimiliki seseorang (Keraf, 2004:35).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis tidak sekadar melukiskan simbol-simbol saja, tetapi mengungkapkan pikiran, masalah, gagasan, dan argumen ke dalam bahasa tulis berupa susunan kalimat dan paragraf yang utuh. Oleh karena itu, menulis merupakan sarana komunikasi untuk melakukan negosiasi dan transaksi dalam bentuk bahasa tulis.
Pandangan bahwa menulis merupakan bentuk negosiasi dan transaksi itulah yang menuntut penulis untuk mengetahui tujuan penulisan. Selain itu, seorang penulis harus memahami konteks situasi dan konteks budaya yang melingkupi kegiatan menulisnya (Callagham dan Rotheri, 1993:34). Oleh karena itu, dalam kegitan menulis diperlukan pendekatan dan strategi yang tepat agar tujuan menulis dapat tercapai.
Dalam pendekatan proses menulis, penulis perlu menguasai pengetahuan struktur bahasa yang meliputi: (1) pilihan kata; (2) kalimat efektif; dan (3) tata paragraf.
Dapat dilihat di:
https://winarialubis.blogspot.com/2020/11/pilihan-kata-diksi.html
https://winarialubis.blogspot.com/2020/11/kalimat-efektif.html
https://winarialubis.blogspot.com/2020/11/tata-paragraf-bahasa-indonesia.html
B. Langkah-langkah dalam Menulis
Menurut White (1989:7) karangan yang baik dalam prosesnya mempertimbangkan empat hal, yakni: (1) the appeal target audience (menentukan target pembaca), (2) a coherent structure (struktur tulisan yang koheren), (3) a smooth, detailed development (ketuntasan pengembangan masalah tulisan), dan (4) an appropriate, well articulated style (gaya tulisan yang menarik). Selain itu, selama proses menulis, penulis perlu serangkaian aktivitas yang melibatkan beberapa fase. Fase-fase tersebut yaitu prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan) dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau editing). Ketiga fase tersebut akan dijabarkan seperti berikut.
1. Pramenulis
Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis. Tompkins dan Hosskison (2002:17) mengatakan bahwa pramenulis adalah tahap persiapan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap pramenulis adalah: (1) memilih topik; (2) mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca; serta (3) mengidentifikasi dan menyusun ide-ide. Tahap pramenulis sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap menulis selanjutnya.
Mahasiswa menyiapkan diri untuk menulis, mereka berpikir tentang tujuan penulisan. Misalnya, apakah mahasiswa akan menulis untuk menghibur, menginformasikan sesuatu, mengklarifikasi, membuktikan atau membujuk. Untuk membantu penulis merumuskan tujuan tersebut, penulis dapat bertanya pada diri sendiri, Apakah tujuan saya menulis topik ini? Mengapa saya menulis topik ini? Dalam rangka apa saya menulis? Pertanyaan-pertanyaan di atas sangat membantu mahasiswa dalam menentukan tujuan menulis.
Langkah berikutnya, penulis memperhatikan sasaran tulisan (pembaca). Penulis merencanakan, apakah menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain. Penulis memperhatikan, siapa yang akan membaca, bagaimana level pendidikannya, serta apa kebutuhannya. Selain itu, penulis harus mempertimbangkan bentuk atau struktur tulisan yang akan ditulis agar pembaca mudah memahami isi tulisan.
Setelah memilih topik, menentukan tujuan (corak wacana), mempertimbangkan pembaca, maka langkah selanjutnya adalah menata ide-ide tulisan menjadi runtut. Penulis perlu menyusun ide-ide untuk menulis dalam bentuk kerangka karangan. Kerangka karangan digunakan seorang penulis untuk mempersiapkan diri menulis sebagai fase terakhir prapenulisan.
Kerangka karangan atau kerangka konsep adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar karangan yang akan ditulis (Keraf, 2004). Artinya, kerangka karangan merupakan panduan seseorang dalam menulis ketika mengembangkan suatu karangan. Sebagai panduan, kerangka karangan dapat membantu penulis untuk mengumpulkan dan memilih bahan tulisan yang sesuai. Selain itu, kerangka karangan akan mempermudah pengembangan karangan menjadi terarah, teratur, dan runtut.
Suparno (2003:12) menyatakan bahwa kerangka karangan terdiri atas pendahuluan atau pengantar (berisi mengapa dan untuk apa menulis topik tertentu, serta apa yang akan disajikan), isi/tubuh (butir-butir penting inti karangan), dan penutup. Bagian pendahuluan berfungsi untuk mengenalkan sekaligus menggiring pembaca terhadap pokok tulisan kita. Bagian isi menyajikan bahasan topik atau ide utama karangan. Bagian akhir karangan berfungsi untuk mengembalikan pembaca pada ide-ide inti karangan melalui perangkuman atau penekanan ide-ide penting.
2. Penulisan
Setelah kerangka karangan tersusun, penulis siap melakukan kegiatan menulis. Kegiatan menulis adalah mengungkapkan fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen, perasaan dengan jelas dan efektif kepada pembaca (Keraf, 2004:34). Penulis menuangkan butir demi butir ide-idenya ke dalam tulisan. Penulis fokus menuangkan ide-ide dengan tetap memperhatikan aspek-aspek teknis menulis seperti struktur, ejaan, dan tanda baca.
Penulis mengungkapkan ide dan gagasan sekaligus memperhatikan bahasa dalam karangannya. Bagian isi karangan menyajikan bahasan topik atau ide utama tulisan. Ide utama di dalam tulisan dapat diperjelas dengan ilustrasi, informasi, bukti, argumen, dan alasan. Oleh karena itu, penulis akan dituntut pada multiple competence terhadap bahasa dan gagasannya.
Ketika proses menulis, masalah yang sering dihadapi penulis adalah munculnya ide-ide baru. Sebaiknya, penulis tetap melanjutkan karangannya menjadi utuh sesuai dengan kerangka karangan. Untuk memperbaiki atau menambah ide-ide baru dapat dilakukan setelah karangan selesai ditulis. Agar tidak lupa, penulis dapat menyisipkan ide baru itu dengan mencatatnya pada kerangka karangan atau bagian tulisan yang diinginkan. Penulis dapat menambahkan ide itu sekaligus memperbaikinya setelah selesai menulis atau pada tahap penyuntingan.
Pada fase penulisan, setiap butir yang telah direncanakan dikembangkan secara bertahap dengan memperhatikan jenis informasi yang disajikan, pola pengembangan, pembahasan, dan sebagainya. Setelah fase ini selesai, penulis membaca kembali, memeriksa, dan memperbaiki karangannya.
3. Pascapenulisan
Pascapenulisan merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan tulisan kasar yang kita hasilkan. Kegiatan ini meliputi penyuntingan dan merevisi. Tompkins dan Hosskisson (1995:57) menyatakan bahwa penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsur mekanik karangan seperti ejaan, puntuasi, diksi, pengkalimatan, pengalineaan, gaya bahasa, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi lebih mengarah perbaikan dan pemeriksaan subtansi isi tulisan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, penyuntingan merupakan kegiatan merevisi atau perbaikan tulisan. Penyuntingan karangan meliputi perbaikan unsur mekanik dan subtansi isi. Fokus pada tahap ini adalah melakukan perubahan-perubahan aspek mekanik karangan. Penulis memperbaiki karangannya pada ejaan dan tanda baca atau kesalahan bahasa yang lain. Tujuan penyuntingan agar karangan lebih mudah dan enak dibaca orang lain. Pada tahap penyuntingan, penulis melakukan kegiatan (a) konsentrasi terhadap karangan, (b) membaca cepat untuk menentukan kesalahan, dan (c) memperbaiki kesalahan. Mahasiswa akan menjadi penyunting yang baik jika konsentrasinya terpusat pada karangan. Mahasiswa dapat melakukan penyuntingan untuk karangan sendiri ataupun karangan milik temannya.
Ketika menyunting, mahasiswa membaca karangan untuk menentukan dan menandai kemungkinan bagian-bagian tulisan yang salah. Dosen dapat memberikan contoh cara menyunting karangan yang baik. Misalnya, dosen membaca salah satu karangan mahasiswa untuk menandai bagian-bagian karangan yang salah atau kurang lengkap. Mahasiswa dapat melihat dan meniru contoh proses penyuntingan yang dilakukan oleh dosen. Kemudian, mahasiswa membaca dan menandai bagianbagian yang salah untuk mengetahui tipe-tipe kesalahan dalam karangannya.
Setelah membaca dan menentukan kesalahan dalam karangan, mahasiswa kemudian memperbaikinya secara individu atau dengan bantuan orang lain. Beberapa kesalahan mungkin ada yang mudah untuk dikoreksi, ada yang perlu dilihat pada kamus, atau ada yang perlu bantuan dari dosen secara langsung. Disinilah pembelajaran tata tulis yang meliputi ejaan, tanda baca, dan penggunaan struktur atau istilah menjadi bermakna. Mahasiswa benar-benar meresapi keterangan dan perbaikan dari dosen atau rekannya.
Merevisi karangan adalah kegiatan yang fokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan penyusunan kembali isi karangan sesuai dengan kebutuhan pembaca. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah (1) membaca ulang seluruh draf, (2) sharing atau berbagi pengalaman tentang draf kasar karangan dengan teman, dan (3) mengubah atau merevisi tulisan dengan memperhatikan reaksi, komentar atau masukan dari teman atau dosen. Setelah itu, penulis membaca kembali tulisan kasarnya. Ketika membaca ulang inilah, penulis membuat perubahan dengan menambah, mengurangi, menghilangkan atau memindahkan bagian-bagian tertentu dalam draf karangan. Penulis dapat menandai bagian-bagian yang akan diubah dengan memberinya tanda-tanda tertentu atau menggarisbawahi.
Proses penyuntingan dapat dilakukan dalam pembelajaran kelompok di kelas. Mahasiswa berdiskusi dan tukar pikiran tentang kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam karangan. Kelompok-kelompok menulis ini sangat penting agar dosen dan mahasiswa melakukan sharing tentang cara-cara untuk menyunting. Kelompok ini dapat dibentuk secara spontan atau sudah dibentuk sebelum perkulihan. Adapun kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini adalah (a) mahasiswa membaca karangannya, (b) mahasiswa lain memberi komentar, (c) mahasiswa membuat pertanyaan, (d) mahasiswa lain memberikan saran, dan (e) penulis merencanakan untuk merevisi. Dalam kegiatan ini, dosen bisa membantu mahasiswa dengan berkeliling dan memonitor setiap kelompok. Kadang-kadang mahasiswa mendapatkan kesulitan yang tidak dapat dipecahkan dalam kelompok sehingga memerlukan bantuan dosen.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka kegiatan pascamenulis (penyuntingan) dan perbaikan karangan dapat dilakukan dengan langkah-langkah (1) membaca keseluruhan karangan, (2) menandai hal-hal yang perlu diperbaiki, atau memberikan catatan bila ada hal-hal yang harus diganti, ditambahkan atau disempurnakan, (3) melakukan perbaikan sesuai dengan temuan saat penyuntingan.
Menurut Tompkins & Hoskisson (1995) tahap-tahap yang terdapat dalam proses menulis itu bukan merupakan kegiatan yang linier. Pada dasarnya proses menulis bersifat nonlinier, merupakan suatu putaran yang berulang. Ini berarti setelah penulis merevisi tulisannya mungkin ia melihat ke tahap sebelumnya. Misalnya ke tahap pramenulis dengan maksud melihat kesesuaian isi tulisan dengan tujuan menulis.
Dalam pelaksanaannya, mahasiswa mungkin berada pada tahap menulis yang tidak sama. Hal ini karena karakteristik setiap mahasiswa berbeda, ada yang cepat berpikir, ada yang lambat, ada yang selalu meminta bantuan orang lain, ada yang mandiri, dan sebagainya. Dosen sebagai kolabolator mahasiswa, harus mampu mengakomodasi setiap karakteristik mahasiswa. Dosen dapat menolong perkembangan keterampilan menulis setiap mahasiswa semaksimal mungkin. Oleh karena itu, dosen harus menciptakan inovasi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menulis mahasiwa sekaligus memfasilitasi karakter dan pengetahuan mahasiswa yang berbeda tersebut.
Inovasi pembelajaran menulis yang telah dilakukan, terdapat banyak kegiatan. Keterlibatan mahasiswa dalam setiap kegiatan itu sangat berharga dan berguna untuk perkembangan keterampilan menulis. Mahasiswa benar-benar belajar bagaimana cara menulis. Setiap ada kesulitan akan selalu berusaha dipecahkan dengan bantuan orang lain. Hal Ini berarti bahwa dosen dituntut memiliki kemampuan pengelolaan perkuliahan menulis dengan baik. Dosen bukanlah pemimpin kelas, tetapi merupakan kolabolator atau teman para mahasiswa dalam memecahkan berbagai persoalan yang muncul ketika proses menulis esai.
Menurut Tompkins & Hoskisson (1991:212) fokus dalam proses menulis terletak pada apa yang dialami, dipikirkan, dan dilakukan dalam proses menulis. Hairstone (1997:31) membagi proses menulis menjadi empat tahap, yaitu tahap: (1) persiapan (preparation stage); (2) inkubasi (incubation stage); (3) pencerahan (illumination and exucution stage); dan (4) verifikasi (verification stage). Berikut ini disajikan tabel tentang langkah-langkah kunci menulis dengan pendekatan proses.
TAHAPAN PROSES MENULIS | LANGKAH-LANGKAH DALAM PENDEKATAN PROSES |
Langkah 1: Prewriting | – Memilih topik – Menentukan tujuan menulis – Mengidentifikasi genre tulisan – Mengingat ide/gagasan untuk ide tulisan |
Langkah 2: Drafting | – Mengorganisasi ide dan menentukan tesis – Menulis sesuai dengan draf – Mengembangkan ide tulisan, mengoreksi mekanik bahasa |
Langkah 3: Revising | – Membaca kembali tulisan sesuai dengan konsep – Mendiskusikan tulisan dalam kelompok – Membuat perubahan isi berdasarkan hasil diskusi – Konsultasikan dengan guru/dosen |
Langkah 4: Editing | – Membaca dan merevisi sesuai dengan draf – Mengidentifikasi kesalahan ejaan dan tanda baca – Konsultasikan dengan pengajar |
Langkah 5: Publishing | – Mencetak tulisan yang sudah diperbaiki – Mendiskusikan dan meminta masukan dari audien. |
Tompkins dan Hoskisson (1991:211) menyatakan the fokus in the writing process is on what student think and do as they write and the five stage are prewriting, drafting, revising, editing, and publishing. Intinya bahwa pendekatan proses dalam menulis terdiri atas lima tahap yaitu: (1) pramenulis; (2) membuat draft; (3) merevisi; (4) menyunting; dan (5) mempublikasikan.
Tahapan-tahapan menulis menggunakan pendekatan proses dijabarkan seperti berikut.
a. Pramenulis adalah tahap persiapan menulis untuk memperoleh dan menata ide, gagasan, dan masalah yang berkaitan dengan topik karangan. Kegiatan yang dilakukan penulis yakni memilih topik, mempertimbangkan tujuan, bentuk, sasaran pembaca, dan memperoleh serta menyusun ideide. Melalui kegiatan pramenulis, mahasiswa berbicara, menggambar, membaca, dan bahkan menulis untuk mengembangkan informasi yang diperlukan.
b. Menyusun draf adalah menata ide-ide tulisan agar menjadi runtut. Penulis perlu menyusun ide-ide untuk menulis dalam bentuk kerangka karangan. Kerangka karangan tersebut, digunakan penulis untuk mempersiapkan diri ketika menulis.
c. Menyunting adalah kegiatan merevisi atau perbaikan tulisan. Penyuntingan di sini meliputi perbaikan unsur mekanik dan isi. Penyuntingan sifatnya lebih kompleks karena berkaitan dengan perbaikan secara tekstual dan kontekstual.
d. Merevisi adalah perbaikan karangan yang dilakukan oleh penulis atau orang lain untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Merevisi lebih fokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan penyusunan kembali isi karangan sesuai dengan kebutuhan pembaca.
e. Publikasi adalah menginformasikan tulisan untuk memberikan pesan atau informasi kepada orang lain. Media publikasi dapat berupa media cetak maupun media elektronik tergantung sasaran pembacanya. Karangan mahasiswa yang sudah direvisi dapat dipublikasikan dengan meng-upload di blog atau di kirim ke media cetak/koran.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
Suparno. 2003. Bagaimana Menulis Lintas Kurikulum. Bandung: Citra Aditya Bakti
Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis sebagai Salah Satu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Tompskins, G.E. & Hoskisson, K. 1991. Language Arts, Content and Teaching Strategies 3rd Edition. New York: Mc-Millan College Publishing Company.
Tompskins, G.E. & Hoskisson, K. 1995. Language Arts, Content and Teaching Strategies 3rd Edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Merril
Wardhana, Wisnu Arya. 2007.Menyingkap Rahasia Menjadi Penulis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
https://winarialubis.blogspot.com/2020/11/pilihan-kata-diksi.html
https://winarialubis.blogspot.com/2020/11/kalimat-efektif.html
https://winarialubis.blogspot.com/2020/11/tata-paragraf-bahasa-indonesia.html
Esai
1. Apa fungsi dan tujuan menulis?
2. Coba Anda jelaskan bagaimana konsep dasar menulis.
3. Dalam pendekatan proses menulis, penulis perlu menguasai pengetahuan struktur bahasa yang meliputi: (1) pilihan kata; (2) kalimat efektif; dan (3) tata paragraf. Mengapa? Jelaskan!
4. Konsep dasar apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan prapenulisan?
5. Dalam tahapan menulis, terdapat proses menyunting dan merevisi tulisan. Jelaskan perbedaan menyunting dan merevisi tulisan!
6. Apa tujuan dilakukan revisi dan suntingan dalam tulisan?
Forum Sastra Deliserdang (FOSAD) Sumataera Utara meluncurkan buku bertajuk MIHAR HARAHAP yaitu OHAMI: DIA TELAH PERGI, di sela melakukan Gelar Sastra mengenang 100 hari Almarhum Mihar Harahap yang meninggal, Rabu, 11 November 2020 lalu.
Buku Ohami: Dia Telah Pergi berisikan sebagian karya-karya Kritikus Mihar Harahap dan juga kesan para sahabatnya
Gelar Sastra dilaksanakan di Taman Budaya Sumatera Utara Jln. Gatot Subroto Medan, pada Sabtu, 13 Februari 2021.
Pagelaran seni tersebut dihadiri oleh Wakil Bupati Deliserdang M.Yusuf Siregar, Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Budaya Sumateta Utara (UPT TBSU) Rahmad Hadi Syahputra, Istri Mihar Harahap, dan para sastrawan Sumut.
Mihar Harahap merupakan sosok kritikus cerdas yang mampu menciptakan teori tersendiri dalam mengkritik suatu sastra.
Siapakah Mihar Harahap…?
Nama aslinya adalah Abdul Rahim Harahap. Dia Sastrawan, Penggiat Seni dan Kritikus Sastra terkemuka di Sumatera Utara. Mihar pernah menjadi Guru di SMA UISU, aktif sebagai Dosen Bahasa dan Sastra di FKIP UISU hingga akhir hayatnya, pernah menjabat Dekan FKIP UISU selama dua periode lebih, dan pernah menjadi anggota Badan Pengawas Yayasan UISU. Selama 32 tahun usia karirnya sebagai pendidik, diabdikan sepenuhnya untuk UISU.
Saya pun pernah menjadi mahasiswi Pak Mihar Harahap saat kuliah di FKIP UISU 1994-1998. Almarhum sangat kental dengan dunia sastra. Sangat aktif dengan teater pada masa itu. Saya menjadi pencinta sastra pun tidak luput dari didikan Pak Mihar Harahap. Saya akan tetap mengenangmu, Pak Mihar. Insya Allah, doa-doa akan saya kirimkan untukmu di alam sana. Aamiin…
#Ohami #OhamiDiaTelahPergi #Mihar #MiharHarahap #100HariMiharHarahap
MEDIA PEMBELAJARAN
Media dalam dunia pendidikan pada umumnya dan pembelajaran secara khusus telah memberikan kontribusi atau sumbangan besar dalam rangka menyediakan dan melaksanakan pemecahan masalah guna memberi kemungkinan belajar. Pemecahan masalah belajar yang ditawarkan ini berupa penyediaan sumber belajar, baik yang sengaja dirancang maupun yang dipilih dan kemudian dimanfaatkan.
Media pembelajaran ini memiliki dampak yang amat besar terhadap struktur organisasi kelembagaan pendidikan baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro. Dampak ini dapat dirasakan dalam tiga hal, yaitu: (1) mengubah pengambilan keputusan; (2) menciptakan pola pembelajaran baru; dan (3) memungkinkan adanya bentuk alternatif baru dalam kelembagaan pendidikan.
Ada tiga tugas pokok guru atau pembelajar yang amat penting, yaitu sebagai perancang (designer), pelaksana (executor), dan penilai (evaluator). Tugas ini memerlukan suatu perhatian khusus karena atas dasar pelaksanaan tugas inilah seorang guru atau pembelajar seharusnya membuat keputusan terhadap baik kepada aktivitas peserta didik (pebelajar) seluruh kelas maupun secara perseorangan. Semua tugas yang dilakukan dan diemban oleh guru atau pembelajar, yaitu penerapan pendekatan pembelajaran aktif dan bermakna bertumpu dari peningkatan aktivitas seseorang dalam menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, yang dapat dilihat dari tujuan nasional dan mengisyaratkan pembangunan manusia seutuhnya, yang mampu berdiri sendiri dan juga mampu bertanggung jawab atas pembangunan sesamanya.
A. Pengertian Media Pembelajaran
Media dalam arti sempit berarti komponen bahan dan komponen alat dalam sistem pembelajaran. Dalam arti luas media berarti pemanfaatan secara maksimum semua komponen sistem dan sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Menurut Hamidjojo (1993) yang dimaksud media ialah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga gagasan itu sampai kepada penerima. Sedangkan, McLuhan memberikan batasan yang intinya bahwa media sarana yang disebut saluran, karena pada hakikatnya media telah memperluas dan memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat dalam batas jarak dan waktu tertentu, kini dengan bantuan media batas-batas itu hampir menjadi tidak ada. Dan selanjutnya Blacks dan Horalsen berpendapat, media adalah saluran komunikasi atau medium yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan, di mana medium itu merupakan jalan atau alat dengan mana suatu pesan berjalan antara komunikator ke komunikan.
Berdasarkan pada batasan-batasan di atas, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa media adalah suatu alat atau sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran atau jembatan dalam kegiatan komunikasi (penyampaian dan penerimaan pesan) antara komunikator (penyapai pesan) dan komunikan (penerima pesan).
Sedangkan, istilah pembelajaran atau pengajaran (ungkapan yang lebih banyak dikenal sebelumnya), adalah upaya untuk membelajarkan pebelajar. Membelajarkan berarti usaha membuat seseorang belajar. Dalam upaya pembelajaran terjadi komunikasi antara pebelajar (siswa) dengan guru, pembelajar atau pengajar (ungkapan yang lebih umum digunakan sebelumnya), sehingga proses pembelajaran seperti ini adalah sebagai bagian proses komunikasi antar manusia (dalam hal ini yaitu antara pembelajar dan pebelajar). Meskipun dapat saja terjadi komunikasi langsung antara pebelajar dengan bahan pembelajaran, di sana ada peranan media pembelajaran.
Batasan pembelajaran secara implisit terdapat beberapa kegiatan, yaitu meliputi: kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam upaya bagaimana membelajarkan pebelajar itulah peranan media tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dalam hal ini dipandang sebagai suatu sistem, yaitu sistem pembelajaran atau lebih dikenal sebagai sistem instruksional. Sebagai suatu sistem pembelajaran meliputi komponen-komponen yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, melainkan saling berkaitan dan memiliki efek sinergi (nilai lebih). Komponen itu meliputi tujuan, isi, metode atau strategi pembelajaran, media dan sumber belajar serta evaluasi hasil belajar.
Jadi, pengertian media pembelajaran secara singkat dapat dikemukakan sebagai sesuatu (bisa berupa alat, bahan, atau keadaan) yang digunakan sebagai perantara komunikasi dalam kegiatan pembelajaran. Ada tiga konsep yang mendasari batasan media pembelajaran di atas yaitu konsep komunikasi, konsep sistem, dan konsep pembelajaran.
Secara sederhana, media pembelajaran adalah alat-alat bantu yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan proses belajar mengajar, mulai dari buku sampai penggunaan perangkat elektronik dikelas.
Menurut Hamalik Oemar (1994), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan. Gerlach dan Ely (1971) Media belajar merupakan alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Sedangkan Latuheru (1988), menyatakan media pembelajaran adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi, komunikasi, edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah media yang digunakan berupa alat atau bahan mengajar ataupun segala sumber daya yang digunakan dalam proses penyampaian informasi untuk membantu merangsang pikiran, perasaan, kemampuan, dan perhatian siswa dalam proses belajar mengajar di kelas.
B. Jenis Pembelajaran dengan Media Pembelajaran
Dewasa ini masih banyak guru-guru yang enggan memanfaatkan media yang ada untuk kegiatan pembelajaran. Masih banyak kecenderungan bahwa para siswa dibiasakan untuk mendengarkan apa yang diajarkan oleh guru, kemudian mencatat dan dipaksa untuk menghafalkannya di luar kepala. Keadaan semacam ini jelas akan menghasilkan sikap verbalistik, yang menyebabkan peserta didik menjadi pasif dan kegiatan pembelajaran menjadi cepat menjemukan. Untuk itu dalam rangka mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning/joyfull class) serta mengaktifkan siswa, penggunaan multimedia pembelajaran akan sangat membantu kegiatan pembelajaran.
Betapa pentingnya fungsi multimedia di dalam kegiatan pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada awalnya, media hanya berfungsi sebagai alat visual (alat peraga) dalam kegiatan pembelajaran, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada siswa, guna meningkatkan motivasi belajar, memperjelas serta mempermudah konsep yang abstrak, dan mempertinggi retensi (daya serap) siswa.
Pada kira-kira pertengahan abad ke-20, dengan masuknya pengaruh dari teknologi audio, lahirlah peraga audio visual yang menekankan penggunaan pengalaman konkret untuk menghindari verbalisme. Dalam usaha untuk memanfaatkan media sebagai alat bantu mengajar ini Edgar Dale (1969) dalam bukunya Audio Visual Methods in Teaching membuat klasifikasi pengalaman berlapis menurut jenjang/tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian menjadi sangat popular/terkenal dengan nama Kerucut Pengalaman (the cone of experience) dari Edgar Dale, yang terdiri dari 11 jenjang, meliputi: (1) pengalaman langung; (2) observasi; (3) partisipasi; (4) demonstrasi; (5) wisata; (6) TV; (7) film; (8) radio; (9) visual; (10) simbol visual; dan (11) lambang verbal (kata-kata). Pada waktu itu guru-guru amat terpikat pada kerucut pengalaman ini, karena dapat dipakai sebagai pedoman dalam memilih alat bantu apa yang sesuai untuk dipergunakan oleh guru.
Pada akhir tahun 1950-an, teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio-visual, sehingga fungsi media sebagai alat peraga mulai bergeser menjadi penyalur pesan/informasi belajar. Tahun 1960-an, teori tingkah laku (behaviorism-theory) ajaran B.F. Skinner, mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Menurut teori ini mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Karenanya orientasi tujuan pembelajaran (tujuan instruksional) haruslah mengarah kepada perubahan tingkah laku siswa. Teori ini mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran yang terkenal sebagai produk dari teori ini adalah teaching-machine dan programmed-instruction.
Sejak tahun 1965 di mana penggunaan pendekatan sistem (system approach) mulai memasuki khasanah pendidikan maupun kegiatan pembelajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam program pembelajaran. Bahkan James W. Brown (1977), tokoh dalam bidang teknologi, media dan metode pembelajaran, memandang bahwa media itu sebagai central-elements, dengan mengatakan: “Media are regarded as central-elements in the approach to the systematic instruction”. Program pembelajaran yang termasuk di dalamnya (involve) media pembelajaran dilaksanakan secara sistematik berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai.
Dengan konsepsi yang semakin mantap itu, fungsi media dalam kegiatan pembelajaran tidak lagi sekadar peraga bagi guru melainkan pembawa informasi/pesan pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Dengan demikian pola interaksi edukatif akan lebih bervariasi hingga meliputi 5 pola berikut:
Bila digambarkan dalam bentuk bagan, pola tersebut menjadi sebagai berikut:
C. Fungsi Media Pembelajaran
Ada beberapa pendapat tentang fungsi media pembelajaran. Peranan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang sangat menentukan efetivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pembelajaran. McKeown (1991) dalam bukunya “Audio Visual Aids to Instruction” mengemukakan empat fungsi media. Keempat fungsi tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, mengubah titik berat pendidikan formal, yang artinya dengan media pembelajaran yang tadinya abstrak menjadi kongkret, pembelajaran yang tadinya teoritis menjadi fungsional praktis. Kedua, membangkitkan motivasi belajar, dalam hal ini media menjadi motivasi ekstrinsik bagi pebelajar, sebab penggunaan media pembelajaran menjadi lebih menarik dan memusatkan perhatian pebelajar. Ketiga, memberikan kejelasan, agar pengetahuan dan pengalaman pebelajar dapat lebih jelas dan mudah dimengerti maka media dapat memperjelas hal itu. Terakhir, keempat, yaitu memberikan stimulasi belajar, terutama rasa ingin tahu pebelajar. Daya ingin tahu perlu dirangsang agar selalu timbul rasa keingintahuan yang harus penuhi melalui penyediaan media.
Rowntree (1995) mengemukakan enam fungsi media, yaitu: (1) membangkitkan motivasi belajar; (2) mengulang apa yang telah dipelajari; (3) menyediakan stimulus belajar; (4) mengaktifkan respon siswa; (5) memberikan umpan balik dengan segera; dan (6) menggalakkan latihan yang serasi.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi media pembelajaran yaitu:
1. Menarik Perhatian Siswa
Terkadang siswa kurang tertarik atau antusias terhadap suatu pelajaran dikarenakan materi pelajaran yang sulit dan susah dicerna. Dengan media pembelajaran, suasana kelas akan lebih fresh dan siswa dapat lebih berkonsentrasi, terlebih ketika media pembelajaran yang digunakan bersifat unik dan menarik.
2. Memperjelas Penyampaian Pesan
Dalam pelajaran, terkadang ada hal-hal berkonsep abstrak yang sulit bila dijelaskan secara lisan. Misalnya bagian-bagian tubuh manusia. Dengan media pembelajaran, seperti misalnya video, gambar ataupun kerangka manusia tiruan, iswa akan lebih jelas memahami apa yang dijelaskan oleh guru di kelas.
3. Mengatasi Keterbatasan Ruang, Waktu dan Biaya
Ketika menjelaskan tentang misalnya hewan-hewan karnivora. Tidak mungkin rasanya kita membawa harimau, singa atau buaya ke dalam kelas. Dengan media pembelajaran seperti gambar, siswa mengerti apa yang dimaksudkan guru walaupun belum melihat bentuk objek secara langsung.
4. Menghindari Kesalahan Tafsir
Ketika guru berbicara secara verbal, sudut pandang murid kadang berbeda antara satu dengan lainnya dan maksud yang disampaikan guru berbeda dengan pemahaman para murid. Dengan media pembelajaran, tafsir sebuah teori menjadi sama dan tidak ada kesalah pahaman informasi.
5. Mengakomodasi Perbedaan Tipe Gaya Belajar Siswa
Manusia dibekali kemampuan berbeda-beda, termasuk dalam hal gaya belajar. Dalam sebuah teori, setidaknya ada tiga tipe gaya belajar, yakni visual, auditori, dan kinestetik. Dengan memperpadukan media pembelajaran dalam bentuk audio, audio video, gambar atau tulisan, siswa yang lemah dalam menangkap pelajaran secara lisan bisa tertutupi dengan media pembelajan lain yang lebih dia pahami.
6. Untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran Secara Efektif
Dengan media pembelajaran, proses belajar mengajar dikelas diharapkan sukses sesuai dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh tenaga pendidik di kelas.
Selain yang disebutkan diatas masih banyak fungsi-fungsi media belajar lain yang dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti misalnya Fungsi semantik, fungsi manipulatif, fungsi psikologis. fungsi motivasi, fungsi sosio kultura dan lain sebagainya.
Media juga berfungsi secara efektif dalam konteks pembelajaran yang berlangsung tanpa menuntut kehadiran guru. Media sering dalam bentuk “kemasan” untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal situasi seperti ini, tujuan telah ditetapkan, petunjuk atau pedoman kerja untuk mencapai tujuan telah diberikan, bahan-bahan atau material telah disusun dengan rapi, dan alat ukur atau evaluasi juga disertakan. Media pembelajaran yang mempersyaratkan situasi seperti di atas dapat berwujud modul, paket belajar, kaset, dan perangkat lunak komputer yang dipakai oleh peserta didik (pebelajar) atau peserta pelatihan. Dalam kondisi ini, guru atau instruktur berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran.
D. Peranan Media Pembelajaran dalam Konteks Belajar
Pada saat mengajar, para guru sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bagaimana cara mempermudah belajar peserta didik (pebelajar). Guru atau instruktur perlu memberi kemudahan atau fasilitasi dalam menyampaikan informasi. Sebaliknya, peserta didik (pebelajar) yang memperoleh kemudahan dalam menerima informasi akan belajar lebih bergairah dan termotivasi. Dalam usaha membantu peserta didik (pebelajar) untuk memperoleh kemudahan belajarnya, ada banyak unsur atau elemen yang harus diperhatikan. Unsur-unsur itu adalah tujuan yang ingin dicapai, karakteristik peserta didik (pebelajar), isi bahan yang dipelajari, cara atau metode atau strategi yang digunakan, alat ukur atau evaluasi, serta balikan. Walaupun, semua unsur telah diseleksi pada dasarnya kita kembali pada apa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu sendirilah yang akhirnya menjadi tumpuan akhir aktivitas pembelajaran.
Sebagaiman dikemukakan di atas bahwa banyak unsur yang berpengaruh untuk mempermudah peserta didik (pebelajar) pebelajar dalam memperoleh pengetahuan atau informasi. Salah satu unsur itu adalah media pembelajaran. Pentingnya kehadiran media pembelajaran tentunya sangat tergantung pada tujuan dan isi atau substansi pembelajaran itu sendiri. Kehadiran media dalam pembelajaran juga ditentukan oleh cara pandang atau paradigma kita terhadap sistem pembelajaran.
Media memiliki berbagai peran dalam aktivitas pembelajaran. Selama ini, pembelajaran mungkin lebih banyak tergantung pada keberadaan guru. Dalam situasi demikian, media mungkin tidak banyak digunakan oleh guru. Atau, apabila digunakan media hanya sebatas sebagai “alat bantu” pembelajaran. Pandangan demikian ini mengisyaratkan tidak adanya upaya pemberdayaan media dalam proses pembelajaran. Sebaliknya, pembelajaran mungkin juga tidak memerlukan kehadiran guru. Pembelajaran yang tidak tergantung pada guru, instructor-independent instruction, atau disebut juga sebagai self-instruction bahkan kerapkali diarahkan oleh siapa yang merancang media tersebut. Dalam situasi pembelajaran yang berbasis pada guru, instructor-based instruction, penggunaan media pembelajaran secara umum adalah untuk memberikan dukungan suplementer secara langsung kepada guru. Media pembelajaran yang dirancang secara memadai dapat meningkatkan dan memajukan belajar dan memberikan dukungan pada pembelajaran yang berbasis guru dan tingkat keefektifan media pembelajaran tergantung pada guru itu sendiri.
Apabila kita melihat pembelajaran sebagai sebuah sistem, maka unsur-unsur atau komponen-komponen yang terlibat dalam sistem itu tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Artinya ketiadaan suatu unsur akan berpengaruh terhadap jalannya sistem secara keseluruhan. Pendek kata, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan bagian integral dalam pembelajaran. Pandangan ini selanjutnya akan mengarahkan pada cara pandang kita tentang media tersebut. Media harus hadir dalam setiap aktivitas pembelajaran yang kita lakukan di kelas.
Lagi pula, kita harus memiliki komitmen terhadap keberadaan media pembelajaran, di mana pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa dan didasarkan pada apa yang ingin dilakukan oleh peserta didik (pebelajar), atau apa yang ingin dihasilkan oleh peserta didik (pebelajar), atau peserta didik (pebelajar) ingin menjadi apa. Jika media digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran (proses belajar dan mengajar), maka media itu harus dipilih dan digunakan karena media ini memiliki potensi untuk mempermudah belajar.
Kehadiran teknologi dan media pembelajaran tidak bisa lepas dari sejarah perkembangannya. Sejarah perkembangan ini dibangun sejak awal abad 20-an, yang ditandai munculnya teori pendidikan atau belajar. Setidaknya tiga pakar pendidikan seperti Dewey, Carter, dan Kilpatrick merupakan peletak dasar tentang konsep teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan ini pertama kali dilihat sebagai suatu teknologi alat. Teknologi ini merujuk pada penggunaan peralatan, media dan perangkat keras untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, istilah ini sama dengan ungkapan mengajar dengan alat bantu audio-visual.
Bidang ini merupakan hasil dari perpaduan tiga hal, yaitu: media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran, dan pendekatan sistem dalam pendidikan. Perkembangan teknologi pembelajaran modern terjadi pascaperang dunia kedua. Dua pakar pendidikan yang memiliki kontribusi besar bagi kelahiran teknologi pembelajaran modern ini adalah Edgar Dale dan James Finn. Dale terkenal dengan kerucut pengamalannya (The Cone of Experience). Kerucut pengalaman ini berfungsi sebagai suatu visual yang sama dengan tingkat konkrit dan abstraksi metode mengajar dan media pembelajaran.
Tujuan kerucut pengalaman ini adalah ingin merepresentasikan tingkat pengalaman, yaitu dari pengalaman yang langsung atau konkrit menuju pengalaman yang paling abstrak (simbolis). Hubungan konkrit dan abstrak ini bersifat kontinum.
Dale berkeyakinan bahwa simbol-simbol dan ide-ide yang bersifat abstrak hanya dapat dipahami dengan lebih mudah dan dipertahankan oleh peserta didik (pebelajar) manakala pengalaman-pengalaman ini dibangun atas dasar pengalaman konkrit. Kerucut pengalaman Dale ini didasarkan pada teori pendidikan yang dikembangkan oleh Dewey, yang pada saat itu sangat banyak dianut. Kerucut ini pertama kali berusaha membangun alasan dasar (rasional) yang mencakup baik teori belajar maupun komunikasi audiovisual.
E. Prinsip-prinsip Pengembangkan Media untuk Pembelajaran.
Secara umum untuk mengembangkan multimedia pembelajaran perlu diperhatikan prinsip VISUALS, yang dapat digambarkan sebagai singkatan dari kata-kata:
Visible: mudah dilihat
Interesting: menarik
Simple: sederhana
Useful: isinya berguna/bermanfaat
Accurate: benar (dapat dipertanggungjawabkan)
Legitimate: masuk akal/sah
Adapun menurut Kentut (2009), bahwa pengembangan media harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan media pembelajaran. Beberapa prinsip berikut perlu Anda pertimbangkan ketika akan mengembangkan media pembelajaran, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Brown James W, Richard B. Lewis dan Fred F. Harcleorad. 1977. AV instruction-Technology, Media, and Method. New York: McGraw-Hill, Inc.
Dale, Edgar. 1969. Audio Visual Methods in Teaching. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc. The Dryden Press
Gerlach dan Ely. 1971. Teaching & Media: A Systematic Approach. Second Edition, by V.S. Gerlach & D.P. Ely, 1980, Boston, MA: Allyn and Bacon. Copyright 1980 by Pearson Education
Hamalik Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya.
Hamidjojo dan Latuheru, J.D. 1993. Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar Kini. Ujung Pandang: IKIP Ujung Pandang Press
Kentut. 2009. Pembuatan Media Presentasi. Jakarta: Pustekkom Kemdikbud.
Latuheru, JD. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Masa Kini. Jakarta: Depdikbud
McKeown. 1991 Audio Visual Aids to Instruction Auditing: A Journal of Practice and Theory. Supplement: 1-13
Rowntree, Derek. 1995. Teaching Throught Self-Instruction How to Develop Open Learning Materials. (Revisi ed.) New York: Kogan Page London/Nicholas Publishing.
Gambar 1 – Teknik Berpresentasi
Presentasi merupakan salah satu cabang ilmu retorika yang memerlukan keahlian berbicara. Salah satu hal yang paling ditakuti adalah ketika seseorang harus berbicara di depan banyak orang. Berbicara di depan publik bagi sebagian besar orang adalah sesuatu yang menegangkan dan menakutkan, seakan seluruh mata hadirin sedang menghakimi orang yang sedang berbicara tersebut seakan-akan menjadi terdakwa yang sedang diadili oleh hadirin. Berbicara di depan publik, suka atau tidak merupakan keterampilan yang harus dikuasai karena pada suatu saat, pastilah kita harus berbicara di hadapan sejumlah orang untuk menyampaikan pesan, pertanyaan, tanggapan atau pun pendapat kita tentang sesuatu hal. Hal yang sederhana, misalnya, ketika kita harus berbicara di depan para tamu pada acara ulang tahun anak atau hal yang menentukan karier seperti mempresentasikan proposal proyek atau produk. Presentasi merupakan bagian tak terpisahkan apalagi yang berprofesi sebagai pengajar, termasuk peserta didik, seperti mahasiswa. Melalui presentasi, seseorang bisa mengomunikasikan ide/gagasan secara langsung kepada hadirin. Namun, terkadang, presentasi yang dibawakan kurang menarik. Untuk itulah diperlukan teknik presentasi agar presentasi yang disampaikan menarik.
Presentasi memang bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, terutama untuk para pemula atau yang belum mempunyai pengalaman melakukan presentasi. Materi yang akan dipresentasikan merupakan bobot yang paling menentukan, Untuk menunjang kinerja presentasi, tampilan power point yang disajikan haruslah ringkas, sehingga mudah dipahami. Dalam berpresentasi, artikulasi juga harus diperhatikan. Oleh karena itu, jika presentasi ingin berjalan lancar dan mendapat respon positif dari hadirin, gunakan teknik dalam berpresentasi. Teknik dalam berpresentasi sangat dianjurkan agar presentasi yang disampaikan mudah dimerngerti, dipahami dan dipraktikkan oleh hadirin. Maka, sebagai pembicara, jangan sekali-kali menyepelekan hadirin karena mereka adalah target serta tolak ukur keberhasilan seseorang dalam menyampaikan presentasi.
Dalam presentasi diperlukan beberapa hal atau unsur berikut: (1) pembicara (presentator); (2) lawan bicara, audiensi (penyimak); (3) lambang (bahasa lisan); (4) pesan, maksud, gagasan, ide (bahan presentasi). (Yusuf Zainal A., 2013:97)
A. Pengertian Teknik Presentasi
Menyajikan presentasi secara elektronik dapat digunakan dengan berbagai macam sarana, seperti dengan media animasi dua atau tiga dimensi atau dengan media interaktif. Namun, yang paling sederhana adalah dengan menggunakan slide show yang terdapat dalam microsoft powerpoint. Dengan power point, pembicara dapat menampilkan teks, menyisipkan foto, video, animasi, serta suara. Berhasil atau tidaknya seorang pembicara dalam menyajikan presentasi setidaknya terletak pada empat unsur:
1. Pembicara adalah orang yang menyampaikan presentasi secara langsung di depan hadirin.
2. Materi yang disampaikan yaitu bahan dikomunikasikan dengan hadirin.
3. Sarana yang digunakan untuk menyampaikan presentasi terutama slide show yang tersaji dalam microsoft power point. Faktor berikutnya peralatan yang mendukung, seperti LCD, projector, dan sound system bila ruangan cukup besar dengan jumlah hadirin yang cukup banyak.
4. Hadirin yang dijadikan sasaran sebagai penerima informasi.
Jika ketiga unsur di atas telah dipersiapkan dengan baik, tetapi ternyata tidak ada hadirin, atau jumlah hadirin yang datang tidak sesuai harapan. acara presentasi yang akan dilakukan tergolong tidak sukses. Namun, bukan berarti si pembicara gagal dalam melakukan presentasi, melainkan hal tersebut di luar kuasa pembicara.
B. Langkah-langkah Melakukan Presentasi
1. Menentukan sasaran presentasi. Dalam menentukan sasaran presentasi yang harus diperhatikan ialah alasan melakukan presentasi dan hasil akhir yang ingin dicapai.
2. Analisis hadirin yaitu menentukan sasaran hadirin. Analisis hadirin akan membantu menentukan cakupan bahan presentasi dan pendekatan yang sesuai yangh digunakan ketika berpresentasi.
3. Memilih dan menyiapkan bahan presentasi
4. Berlatih agar hasil presentasi lebih maksimal.
C. Kiat Presentasi yang Baik dan Benar
Agar dapat menyajikan presentasi dengan baik dan benar, si pembicara sebaiknya mengetahui terlebih dahulu teknik berpresentasi. Hal ini dimaksudkan agar presentasi yang disajikan dapat berjalan sukses dan, lancar. Presentasi yang disajikan akan mendapatkan balikan yang positif dari hadirin. Namun, yang paling utama adalah sang pembicara harus betul-betul memahami materi yang akan disampaikan, sehingga jika ada di antara hadirin yang bertanya, sang pembicara mampu menjawabnya dengan baik. Maka, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pembicara ketika akan melakukan presentasi:
1. Persiapkan bahan presentasi termasuk bahan yang akan dibagikan jika ada. Peralatan seperti laptop/netbook, infocus, termasuk mental harus dalam kondisi sehat dan baik, sehingga akan membuat diri pembicara menjadi lebih percaya diri.
2. Bedakan antara materi yang akan dipresentasikan dengan proposal yang akan diberikan karena pada saat melakukan presentasi, pembicara hanya menjelaskan poin-poin dan tidak menampilkan secara keseluruhan, selain akan menghabiskan waktu juga akan membuat hadirin cepat merasa bosan.
3. Pada saat presentasi, sang pembicara harus datang lebih awal dari waktu yang ditentukan agar dapat mengenali hadirin, sehingga akan bisa lebih akrab. Dengan demikian, pembicara akan dapat menyebut nama hadirin karena sudah mengenal terlebih dahulu.
4. Pembicara harus menatap hadirin, tetapi perbanyaklah persentase pandangan kepada hadirin yang paling berpengaruh atau pengambil keputusan, seperti kepada pimpinan yang hadir.
5. Sebisa-bisanya untuk tidak membicarakan hal yang tidak penting agar hadirin tetap fokus. Berbicaralah secara lugas, tetapi sopan. Atur intonasi suara, jangan kebesaran dan juga kekecilan.
6. Jangan banyak bergerak karena akan mengganggu konsentrasi hadirin.
7. Munculkan humor untuk mencairkan suasana yang kaku atau membosankan. Namun, jangan berlebihan.
8. Anggap hadirin tidak mengerti materi yang akan disampaikan, sehingga pembicara akan dapat mengundang simpati bahkan rasa kagum hadirin karena pengetahuan yang dimilikinya, tetapi hindari kesan menggurui.
9. Pada sesi tanya jawab, catatlah pertanyaan dan jawablah dengan lugas
Dari semua yang dipaparkan di atas, poin terpenting adalah si pembicara harus memahami materi yang akan dipresentasikan, sehingga pada saat menjelaskan tidak terbata-bata atau kebingungan. Untuk itu pahami betul materinya dan lakukan persiapan yang matang karena tujuan presentasi adalah membuat hadirin mengerti dan memahami serta tertarik akan isi presentasi yang ditawarkan.
D. Mendesain Presentasi
Untuk dapat mendesain presentasi diperlukan hal-hal berikut:
1. Gunakan kalimat efektif agar susunannya mudah dimengerti.
2. Gunakan gambar atau foto yang dapat meyakinkan hadirin. Sertakan pula bukti-bukti yang mendukung pernyataan-pernyataan yang dibuat. Lalu, siapkan foto dan gambar menarik yang sesuai topik. Hal ini dimaksudkan bila hadirin mulai jenuh, tunjukkan gambar tersebut untuk mencairkan suasana.
3. Gunakan tabel dan grafik agar data lebih mudah dibaca.
Data mentah ibarat mutiara yang belum diasah. Asahlah, sehingga dapat dipakai dan akan membuat penampilan menjadi lebih menarik. Jadi, buatlah desain visual yang mudah dimengerti, mudah dibaca, dan yang terpenting, materi yang disajikan harus mendukung pernyataan-pernyataan yang dibuat pembicara.
E. Mengembangkan Topik Presentasi
Banyak orang menduga bahwa diri mereka memiliki kemampuan yang sama dengan pembicara yang sedang melakukan presentasi. Mereka menduga bahwa hanya dengan mengenal topik, mereka dapat langsung melakukan presentasi. Dugaan semacam itu tentu keliru sebab banyak orang yang hanya merasa mampu, bukan sesungguhnya mampu. Sebagian besar orang hanya berhenti di judul karena tak mampu mengembangkan topik dengan baik. Agar dapat berpesentasi dengan baik, kita harus dapat mengembangkan topik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat mengembangkan topik presentasi:
1. Perkaya topik dengan bahan bacaan. Tanpa literatur yang banyak, topik akan terasa miskin dengan ide/gagasan baru, bahkan tidak akan memberikan hal baru bagi hadirin.
2. Perkaya topik dengan hal yang sebenarnya yang memang sedang terjadi pada saat presentasi berlangsung. Seorang pembicara terkenal biasanya sudah dengan sendirinya memiliki banyak informasi, sedangkan bagi pemula, dia harus mengumpulkannya sendiri.
3. Latihlah otak untuk berpikir dengan cara banyak berlatih melakukan presentasi di kalangan terbatas. Biasanya, pada saat berbicara, akan berkembang pemikiran-pemikiran baru yang muncul secara tiba-tiba. Catatlah baik-baik lalu kembangkan perlahan-lahan. Pada prinsipnya, jika sebuah topik dikembangkan, otak akan mengajak kepada sesuatu yang lebih rinci dan jauh. Mekanisme activated spreading dalam otak memungkinkan untuk mengaitkan satu kategori dengan kategori lainnya.
4. Pangkaslah bagian-bagian yang dirasakan membuat presentasi tidak fokus sehingga menimbulkan keragu-raguan atau membuat waktu presentasi menjadi tidak cukup.
5. Tulislah dalam bentuk kerangka berpkir sebelum materi disajikan.
F. Karakteristik Presentasi yang Baik dan yang Buruk
Ciri presentasi yang disajikan dengan baik oleh seorang pembicara adalah bahwa pembicara berenergi dan penuh semangat dalam menyampaikan materi presentasi. Kontak mata pembicara dengan hadirin tetap terjaga selama berlangsungnya presentasi. Pembicara berbicara dengan jelas dan cukup keras, sehingga terdengar oleh hadirin. Pembicara hanya sesekali bergerak saat berbicara. Pembicara mampu menggunakan anekdot dan humor yang sesuai dengan topik. Pembicara mengenakan pakaian yang serasi. Argumen-argumen pembicara terstruktur dengan baik. Pembicara mampu menyajikan salindia yang jelas dan bervariasi, sehingga mudah untuk dibaca dan setiap menitnya hanya ada satu tampilan salindia yang membuat hadirin tidak menjadi bingung karena banyaknya tampilan salindia. Pembicara mampu menyajikan presentasi dengan melakukan variasi teknologi, seperti video. Presentasi disajikan tepat waktu dan pembicara menyediakan waktu untuk sesi tanya jawab kepada hadirin.
Sementara itu, ada beberapa ciri presentasi yang disajikan dengan kurang baik, bahkan tidak baik. Ciri-ciri tersebut adalah tujuan presentasi tidak jelas. Postur tubuh pembicara yang kurang baik. Kontak mata pembicara dengan hadirin tidak terjaga. pada saat presentesai, pembicara berbicara dengan suara yang monoton. Pembicara melakukan pengulangan yang tidak perlu mungkin karena kurangnya persiapan. Presentasi yang disajikan terlalu rumit atau bahkan terlalu sederhana, sehingga tidak menarik minat hadirin. Terlalu banyak salindia atau isi salindia yang ditampilkan, sehingga sulit bahkan mungkin tidak dapat dibaca hadirin. Penggunaan warna yang buruk pada salindia dan pengunaan peralatan teknis yang keliru. Pembicara melebihi waktu yang dialokasikan untuk presentasi.
G. Pentingnya Sesi Tanya Jawab dalam Berpresentasi
Tanya jawab adalah satu sesi yang hampir selalu ada dalam setiap presentasi. Tanya jawab dimaksudkan untuk membantu hadirin lebih memahami pesan yang ingin disampaikan pembicara. Namun sering kali sesi tanya jawab membuat pembicara takut menghadapinya. Hal ini disebabkan ada perasaan khawatir dalam diri pembicara bila tidak bisa menjawab pertanyaan hadirin atau perasaan khawatir ketika memberikan jawaban yang tidak maksimal kepada hadirin.
Pembicara yang tidak melakukan persiapan dengan baik tentunya akan mengalami ketakutan. Hal ini dikarenakan pembicara memahami bahwa dirinya tidak menyiapkan hal tersebut dengan sebaik-baiknya. Namun, bagi pembicara yang sudah benar-benar menyiapkan semuanya dengan sebaik-baiknya, hal tersebut tidak perlu lagi dikhawatirkan apalagi ditakutkan. Bila ada pembicara yang menghindari sesi tanya jawab, dia akan kehilangan peluang menjadi pembicara yang baik. Banyak manfaat yang akan diperoleh pembicara ketika sesi tanya jawab.
H. Manfaat Sesi Tanya Jawab dalam Berpresentasi
Sesi tanya jawab merupakan hal penting yang harus dihadapi pembicara pada saat melakukan presentasi. Ada beberapa manfaat yang dapat dipetik pada saat sesi tanya jawab:
1. Memungkinkan pembicara menunjukkan hadirin akan keahlian dalam topik yang dibahas.
2. Menyediakan kesempatan tambahan untuk berinteraksi dan membangun hubungan dengan hadirin.
3. Membantu pembicara mengukur pemahaman hadirin.
4. Memberikan umpan balik yang dapat membantu pembicara memperkuat presentasi pada masa mendatang. Agar pembicara tidak terjebak dalam kondisi yang buruk dalam sesi tanya jawab, persiapkan presentasi dengan baik.
I. Menciptakan Batas yang Jelas saat Berpresentasi
Dalam banyak presentasi, kadang terlihat dari bangku hadirin, tiba-tiba ada yang memotong pembicaraan si pembicara ketika salah seorang hadirin mengajukan pertanyaan. Ketika pertanyaan hadirin ditanggapi, tidak jarang pertanyaan lain menyusul. Pertanyaan tersebut bisa dari penanya itu sendiri, tetapi bisa juga dari yang lainnya. Pada saat itu, alur presentasi terganggu. Konsentrasi hadirin memudar yang berakibat waktu presentasi sering memanjang. Hal-hal semacam itu bisa saja. Oleh karena itu, si pembicara harus mengantisipasinya. Pembicara harus mempersiapkan batas yang jelas antara sesi tanya jawab dengan presentasi yang sedang disajikan.
Lebih baik selesaikan terlebih dahulu presentasi secara lengkap sampai pembicara menutup presentasi. Dengan begitu, alur presentasi tidak akan terganggu dan konsentrasi pembicara tetap terjaga, sehingga semua skenario yang sudah disiapkan pembicara bisa berjalan dengan baik. Dalam sesi tanya jawab, perlu ditentukan batasan waktu dan pertanyaan. Jangan menimbulkan kesan bahwa waktu yang diberikan tidak terbatas. Ini penting untuk menjadikan sesi tanya jawab lebih efektif dan efisien. Kalau memang tanya jawab tidak bisa dipisahkan dengan sesi presentasi, usahakan untuk mengatur waktu kapan hadirin bisa mengajukan pertanyaan. Atur juga jumlah pertanyaan yang boleh diajukan. Dengan begitu tanya jawab tidak akan mengganggu jalannya presentasi.
J. Hal-hal yang Harus Dihindari Selama Berlangsungnya Presentasi
Untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan hadirin terhadap diri pembicara ada beberapa sikap atau tindakan yang perlu dihindari. Sikap dan tindakan tersebut adalah menyela penanya. Menyela penanya akan memberikan kesan bahwa si pembicara tidak menghargai hadirin yang bertanya. Lalu, memalingkan perhatian. Dalam presentasi, kontak mata tidak dapat ditinggalkan, demikian juga saat sesi tanya jawab. Ketika hadirin bertanya, pastikan pembicara memperhatikannya. Jangan pernah memalingkan tatapan penanya. Selain memperhatikan, pembicara juga harus menyimak pertanyaan tersebut dengan baik. Ketika pembicara mulai menjawab pertanyaan, langsung putuskan perhatian dengan penanya dan berikan jawaban dengan menatap hadirin. Jangan sekali-kali pembicara tidak memberikan jawaban atau memberikan jawaban, tetapi tidak sesuai dengan pertanyaan. Satu hal yang cukup mengecewakan hadirin adalah apabila pertanyaan yang diajukan tidak mendapat jawaban. Apapun alasannya, sebagai seorang pembicara, dia harus menjawab pertanyaan hadirin. Agar pertanyaan yang diajukan hadirin tidak lupa, pembicara harus mencatatnya dan memberikan contreng atau memberikan tanda setelah pertanyaan selesai dijawab.
Banyak dari pembicara karena menutupi rasa malu atau gengsi memaksakan diri untuk memberikan jawaban pertanyan hadirin yang sebenarnya mereka tidak mampu menjawabnya. Maka, jawaban yang disampaikan tentunya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan hadirin. Melakukan hal itu, sama saja menggali lubang kubur sendiri. Bila memang pembicara tidak bisa menjawab, tidak perlu memaksakan diri. Jika memang tidak bisa menjawab karena memang belum mengetahui jawabannya secara pasti katakan saja bahwa dia tidak mengetahui jawabannya.
K. Tiga Langkah Menanggapi Pertanyaan
Supaya sang pembicara dapat memberikan jawaban yang tepat dan efektif kepada hadirin, inilah tiga langkah yang perlu dilakukan:
1. Mendengarkan
Dengarkan pertanyaan hadirin secara saksama dan penuh perhatian. Dengan begitu, pembicara akan mudah memahami maksud pertanyaan tersebut. Hal ini tentunya akan menjadi modal untuk memberikan jawaban terbaik atas pertanyaan yang diajukan.
2. Berikan jeda sejenak untuk berpikir
Ambil jeda dan pikirkan bagaimana cara terbaik untuk menjawab pertanyaan. Ambil waktu beberapa detik untuk menyusun tanggapan. Ini memberikan lebih banyak kesempatan untuk menyiapkan jawaban yang terbaik. Hadirin akan dengan mudah menerima jeda tersebut sebelum pembicara memberikan tanggapan.
3. Jawab pertanyaan dengan tepat
Berikan jawaban secara tepat dan ringkas apalagi bila waktu yang diberikan terbatas, perluas jawaban jika waktu yang diberikan cukup longgar. Berpikirlah dengan cermat dengan memikirkan tanggapan yang terbaik. Sesudah menyampaikan, segeralah beralih pada pertanyaan selanjutnya
L. Mengatasi Masalah Dalam Tanya Jawab
Dalam sesi tanya jawab, tidak jarang pembicara menghadapi masalah terkait pertanyaan yang disampaikan hadirin. Berikut beberapa masalah yang sering dihadapi pembicara dan cara mengatasinya.
1. Tidak bisa menjawab pertanyaan hadirin
Tidak ada pembicara yang mampu memperkirakan secara tepat pertanyaan yang akan muncul dari hadirin. Dalam keadaan tertentu sangat mungkin ada hadirin yang memberikan pertanyaan yang ternyata si pembicara tidak mengetahui jawabannya. Jika dalam keadaan seperti ini, jangan bersikap seolah-olah pembicara mengetahui jawabannya karena hal itu sesungguhnya akan merugikan diri si pembicara. Cara mengatasinya adalah dengan mengatakan secara jujur kepada hadirin bila pembicara belum mengetahui jawabannya. Misalnya, dengan mengatakan kepada hadirin “Terima kasih atas pertanyaan yang Anda ajukan, tetapi saat ini saya belum bisa memberikan jawaban karena saya belum mengetahui secara pasti jawaban atas pertanyaan Anda tersebut. Saya masih membutuhkan kajian yang lebih mendalam untuk menjawab pertanyaan yang Anda ajukan itu. Silakan Anda catat pertanyaan Anda, kemudian silakan kirim ke sur-el/pos-el saya supaya bisa saya pelajari terlebih dahulu, dan pada lain kesempatan, saya bisa memberikan jawabannya dengan tepat”.
Pembicara juga bisa menyiasati pertanyaan yang belum mampu dijawab pembicara dengan cara mengajak hadirin berdiskusi. Sang pembicara bisa mengatakan, “Baik hadirin, sebuah pertanyaan menarik telah disampaikan oleh rekan kita. Karena saya belum pernah mengalami situasi seperti yang ditanyakan oleh rekan kita tadi itu, saya ingin mengajak hadirin berdiskusi tentang hal tersebut. Hadirin yang ingin berbagai pendapat, saya persilakan”. Dua cara di atas bisa menjadi alternatif untuk menyiasati apabila pembicara tidak bisa menjawab pertanyaan. Sang pembicara bisa memilih alternatif yang paling sesuai, yang penting jangan sampai tidak memberikan tanggapan atas apa yang ditanyakan hadirin.
2. Pertanyaan hadirin tidak sesuai dengan topik
Dalam sesi tanya jawab terkadang ada hadirin yang bertanya, tetapi tidak sesuai dengan topik yang disajikan. Pembicara sebenarnya bisa mengabaikan pertanyaan tersebut. namun, hal tersebut tentunya akan mengecewakan hadirin. Untuk itu, perlu cara untuk mengatasinya. Cara mengatasinya adalah dengan mengatakan sejujurnya kepada hadirin bahwa pertanyaan yang disampaikan oleh penanya sebenarnya di luar wilayah bahasan presentasi. Kemudian katakan kepada penanya, jika masih ada waktu, jawaban akan diberikan terakhir setelah pertanyaan-pertanyaan yang lain ditanggapi. Namun, misalnya tidak ada waktu, silakan katakan kepada hadirin terutama yang bertanya, dengan kalimat seperti ini, “Terima kasih atas pertanyaan Anda, tapi sepertinya pertanyaan Anda di luar pokok bahasan yang saya sampaikan. Maka, saya akan memberikan jawaban pada lain kesempatan”.
3. Hadirin tidak bertanya, tetapi malah bercerita
Hal ini juga sering terjadi ketika sesi tanya jawab, seorang peserta malah bercerita dan tak kunjung memberikan pertanyaan. Cara mengatasinya adalah dengan segera menyampaikan kepada hadirin untuk fokus pada inti pertanyaan. Dalam hal ini, pembicara harus berhati-hati ketika mengatakan hal itu. maka, gunakan bahasa yang sopan, sehingga hadirin tetap merasa dihargai. Kalau memang tidak ada pertanyaan, segera ucapkan terima kasih atas komentar yang diberikan.
Sesi tanya jawab bisa menjadi sulit dan mudah. Itu semua bergantung pada persiapan awal. Jika persiapan awal dilakukan dengan baik, peluang sukses dalam sesi tanya jawab akan jauh lebih besar.
M. Cara Menjawab Pertanyaan Sulit Saat Presentasi
Satu hal yang seringkali dikhawatirkan oleh pembicara ketika presentasi adalah sesi tanya jawab. Bahkan, tidak jarang pembicara merasa takut bila tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan hadirin, sehingga terkesan pembicara tidak berkompeten. Agar presentasi dapat berjalan lancar dan pembicara mampu menjawab semua pertanyaan hadirin ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Hal ini penting mengingat sebenarnya sesi pertanyaan sangat bermanfaat, bukan hanya untuk hadirin, melainkan juga untuk pembicara. Sekurang-kurangnya ada tiga manfaat yang diperoleh pembicara dalam sesi pertanyaan: (1) memastikan hadirin memahami presentasi yang telah disajikan, (2) memberi nilai lebih terhadap diri pembicara yaitu ketika pembicara bisa menjawab pertanyaan dengan baik. Itu artinya, pembicara memang berkompeten di bidangnya, (3) dapat menjadi evaluasi untuk diri pembicara agar dapat memberikan presentasi yang lebih baik pada sesi mendatang.
Bila pembicara tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan hadirin, gunakan pengetahuan orang lain. Yang perlu disadari oleh pembicara adalah bahwa manusia bukanlah mahluk yang mengetahui segala macam hal. Namun, bukan berarti ketika ada pertanyaan sulit, pembicara langsung mengatakan “tidak tahu” karena jawaban seperti itu tentunya akan menjatuhkan wibawa pembicara. Walaupun pembicara tidak tahu jawaban atas pertanyaan hadirin tersebut, ada cara yang lebih elegan, sehingga tidak ada pihak yang kecewa atau dirugikan baik hadirin maupun pembicara.
Supaya tidak terjadi pertanyaan di tengah jalannya presentasi, sejak awal sudah harus dibuat aturan yang jelas. Misalnya, bila ada pertanyaan, bisa dicatat terlebih dahulu dan akan dibahas pada sesi tanya jawab. Ini penting, supaya hadirin tidak memotong presentasi. Selain itu, hadirin bisa mendapatkan informasi yang lengkap karena seringkali apa yang ditanyakan hadirin sebenarnya akan dibahas di materi selanjutnya.
N. Tiga Langkah Menjawab Pertanyaan dalam Presentasi
Ada tiga langkah dalam menjawab pertanyaan. Langkah ini berguna untuk mengondisikan hadirin agar tetap dalam kendali pembicara. Ketika ada pertanyaan dari hadirin, pertama, tanyakan nama peserta presentasi. Secara psikologis, dengan menanyakan nama, itu berarti pembicara sudah membangun kedekatan, sehingga orang tersebut akan lebih nyaman dan akan sungkan jika menanyakan hal-hal yang dapat memojokkan pembicara.
Kedua, ulangi pertanyaan yang diajukan penanya. Ketika ada pertanyaan tentunya membutuhkan waktu untuk memikirkan apa jawabanya, dengan mengulagi pertanyaan, akan memberikan waktu pada otak untuk menyusun jawaban yang paling tepat. Mengulagi pertanyaan juga berfungsi untuk menyamakan persepsi antara hadirin yang bertanya dengan pembicara, sehingga tidak terjadi salah persepsi. Selain itu juga untuk memberitahukan & memperjelas pertanyaan kepada hadirin, sehingga tidak terjadi pertanyaan yang sama. Ketiga, beri tepuk tangan. Tepuk tangan berfungsi untuk menyentuh sisi ego dalam diri hadirin. Hal ini akan membuat hadirin merasa dihargai.
Jadi ketika pembicara memberi jawaban, jangan hanya fokus pada hadirin yang bertanya. Namun, sampaikan pertanyaan dan jawaban tersebut untuk hadirin. Permasalahannya adalah ketika pembicara tidak bisa menjawab pertanyaan salah seorang peserta. Ada tiga cara yang bisa digunakan supaya presentasi tetap berjalan dengan lancar dan tetap dihormati hadirin.
Pertama, bertanya langsung pada hadirin. Ketika ada jawaban dari salah satu peserta, permasalahan selesai, tetapi jika tidak ada, pembicara bisa menggunakan cara yang lain. Kedua, membentuk kelompok diskusi. Bentuk kelompok diskusi 3-5 orang tergantung jumlah hadirin. Beri mereka waktu untuk berdiskusi. Setelah selesai, mintalah setiap kelompok mengumpukan semua jawaban. Tugas pembicara hanya perlu membuat sebuah simpulan dari semua jawaban yang terkumpul. Ketiga, bersikap jujur. Bersikap jujur juga ada caranya agar pembicara tetap tampak elegan yaitu meminta waktu untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
O. Mengelola Sesi Tanya Jawab Dalam Presentasi
Banyak orang yang takut menyajikan makalah dalam sebuah presentasi. Rasa takut tersebut timbul karena khawatir ditanya oleh peserta dan tidak bisa menjawabnya. Namun, sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan mengingat pada dasarnya peserta ’relatif lebih tidak tahu’ dibandingkan dengan pembicara yang pasti lebih siap dengan bahan-bahan terkait dengan makalah yang diberikan. Maka, dapat dikatakan bahwa peserta pada dasarnya bertanya karena merasa belum tahu dan bukan karena ingin menguji si pembicara. Selain itu, kalau memang pembicara juga tidak mengetahui jawabannya, pembicara bisa mengatakan sejujurnya atau boleh menjanjikan penanya untuk menjawabnya melalui jawaban tertulis.
Dalam sebuah presentasi, komponen tanya jawab sering digunakan untuk mengukur kesuksesan penyajian. Kualitas dan kuantitas pertanyaan dapat menggambarkan sejauhmana hadirin mengikuti dan mengerti uraian pembicara. Sesi tanya jawab dapat dilaksanakan di akhir penyajian atau selama penyajian berlangsung. Dalam setiap sesi tanya jawab, pembicara harus mampu mengontrol pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Pembicara harus dapat mendengarkan pertanyaan dengan saksama ketika ditanyakan untuk mengetahui isi dan emosi pertanyaan. Kalau ada pertanyaan yang kurang jelas, pembicara dapat mengulangi atau merangkum pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Namun, sebelum itu, pembicara harus meminta persetujuan kepada para penanya apakah rangkuman tersebut benar. Rangkuman ini akan membantu pendengar lain untuk mengetahui inti pertanyaan dan membantu pembicara akan isi pertanyaan tersebut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang pembicara agar sukses dalam mengelola sesi tanya jawab.
Latihlah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Pertanyaan populer bisa diketahui atau diprediksi dengan mengolah materi yang disajikan. Caranya, ajukan berbagai pertanyaan dan jawablah. Apa yang cenderung ditanyakan, biasanya juga akan ditanyakan orang lain. Secara psikis, ini akan meningkatkan kredibilitas pembicara. Buatlah daftar pertanyaan-pertanyaan yang sudah pernah diajukan karena dari waktu ke waktu daftar tersebut akan terus bertambah.. Setelah lima atau enam kali membawakan presentasi dengan materi yang sama, pembicara biasanya sudah bisa memperkirakan hal-hal apa saja yang akan ditanyakan hadirin.
Setelah berlatih dengan berbagai pertanyaan, pembicara bisa menggiring pertanyaan ke arah yang diinginkan. Arah ini, tentulah arah yang merupakan pendalaman materi. Caranya, adalah dengan memicu pertanyaan dengan pertanyaan lain. Tanyakan pada diri sendiri di depan hadirin, “Salah satu pertanyaan yang sering diajukan kepada saya adalah…” Ini akan memancing munculnya pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Sekali pun pembicara telah mendengarkan pertanyaan, hadirin yang lain belum tentu mendengarkannya. Ulangi untuk kepentingan mereka. Mengulangi pertanyaan akan memperjelas pemahaman tentang apa yang disampaikan si penanya. Ini juga akan memberi waktu untuk menyusun jawaban. Ada pepatah mengatakan bahwa mengerti pertanyaan berarti lima puluh persen mengerti jawaban. Pembicara bisa mendapatkan lima puluh persen pertama dari dirinya sendiri dengan cara mengulang dan memperjelas pertanyaan. Atau, pembicara dapat memperolehnya melalui si penanya dengan cara memintanya untuk mengulangi pertanyaan dan memperjelasnya. Tanpa ia sadari, dirinya sebagai si penanya telah menyumbang lima puluh persen jawaban. Bahkan, jika pembicara menggunakan teknik bertanya dengan akurat, pembicara dapat berkata, “Nah! Anda sudah menjawabnya sendiri!”
Pembicara boleh menentukan kapan harus menjawab pertanyaan. Pembicara bisa mengatakan kepada hadirin bahwa dia akan menjawab pertanyaan pada akhir sesi presentasi karena semua materi sudah disampaikan. Pembicara juga dapat mengatakan bahwa dia tidak dapat menjawab pertanyaan pada saat presentasi sedang berlangsung. Namun, jika pembicara berani mengambil risiko setelah melalui pertimbangan, bisa saja dia mengatakan, “Jika ada pertanyaan, silakan langsung menginterupsi.” Dengan mengatakan seperti itu, pembicara bisa mengontrol posisi dan navigasi jalannya presentasi. Jika pembicara yang menyajikan presentasi sudah cukup berpengalaman, interupsi-interupsi itu tidak akan membuat pembicara tersesat. Bahkan, cara tersebut dapat menjadikan sang pembicara sebagai pengontrol sesi yang baik.
Jika pembicara tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan salah seorang peserta, pembicara bisa meminta bantuan hadirin lainnya untuk menjawab. Atau pertanyaan tersebut dapat dikembalikan kepada penanya dengan cara menanyakan pendapatnya. Inilah cara di mana pembicara bisa mendapatkan lima puluh persen jawaban dari si penanya. Bukan tidak mungkin, setelah itu pembicara dapat menuntaskannya hingga seratus persen. Pembicara juga bisa membuka wacana diskusi. Jika tidak terjawab hari itu, katakan bahwa pembicara akan menjadikannya sebagai pekerjaan rumah dan peserta tersebut akan dihubungi kemudian.
Jika salah seorang peserta nampak seperti menanyakan sesuatu yang “bodoh”, katakan bahwa itu merupakan sebuah pertanyaan yang bagus. Jangan kaget jika yang muncul setelah itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang memang berbobot.
Membiasakan diri dengan sesi tanya jawab. Sesi ini akan bisa membuat pembicara menyelami perasaan dan sudut pandang hadirin dengan lebih baik dan ini akan dapat menaikkan kredibilitas pembicara.
P. Presentasi yang Menarik dan Memukau
Menampilkan presentasi yang menarik dan memukau mutlak dilakukan oleh seorang pembicara. Cara paling mudah dan dapat diterapkan untuk berbagai situasi adalah membuka presentasi dengan menyampaikan maksud dan tujuan. Dengan cara ini, hadirin akan mengerti apa yang akan mereka dapatkan dari presentasi. Kita juga bisa menetapkan harapan hadirin tentang berapa lama presentasi akan berlangsung dan apa saja yang akan dibahas. Sampaikan apa yang akan dibahas dan berapa lama waktu yang dibutuhkan, serta apa manfaat yang bisa diambil hadirin setelah presentasi selesai. Pembicara juga dapat membuka presentasi dengan sebuah pertanyaan. Apa yang akan dilakukan seseorang ketika mengajukan sebuah pertanyaan? Secara otomatis, orang tersebut akan berusaha menjawabnya. Demikian pula ketika seorang pembicara mengajukan pertanyaan saat membuka presentasi, hadirin akan berusaha berpikir dan mencari jawabannya meskipun mereka tidak menjawab langsung pertanyaan tersebut. Menggunakan pertanyaan akan mengajak hadirin fokus pada tema yang sedang dibahas dan membuat mereka memusatkan perhatian untuk menemukan jawabannya.
Cerita adalah salah satu teknik presentasi yang menarik. Kebanyakan orang suka dengan cerita dan ini sulit ditolak oleh hadirin. Terlebih lagi bila cerita dikemas dengan baik saat disampaikan. Dengan cerita, kita tidak hanya mempengaruhi pikiran hadirin, tetapi juga membangun hubungan emosional yang baik dengan mereka. Gunakan cerita yang sesuai dengan topik yang kita sampaikan. Ceritakan pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain yang inspiratif, mengharukan, atau pun lucu. Berceritalah dengan penuh antusias dan penghayatan. Sebuah cerita yang relevan mampu menggugah emosi hadirin. Mengajak mereka merenung dan menghayati cerita sebelum mendengarkan presentasi. Coba pikirkan sebuah cerita yang relevan dengan presentasi yang akan dibawakan. Tidak harus yang benar-benar terjadi. Kita juga bisa menggunakan cerita rekaan sebagai ilustrasi. Selama cerita tersebut disampaikan dengan penuh penghayatan, secara emosional hadirin akan ikut dalam cerita yang kita katakan. Memang, untuk melakukan hal ini tentunya membutuhkan persiapan lebih dan keterampilan menyampaikan cerita dengan baik agar pembukaan presentasi berkesan. Namun jika kita bisa melakukannya, kita tidak hanya menggugah aspek logika hadirin, melainkan aspek emosional mereka.
Beberapa presentasi terbaik mengandalkan humor hanya yang harus diperhatikan kapan dan bagaimana pembicara menggunakannya. Humor yang disampaikan secara tepat akan membuat hadirin benar-benar terhibur apalagi bila humor disampaikan mengalir begitu saja. Ini menandakan bahwa pembicara benar-benar mampu menunjukkan humor yang tidak dibuat-buat kendatipun humor tersebut sudah menjadi bagian dari persiapan. Kita harus benar-benar melatihnya, sehingga mampu menyampaikan humor tersebut secara alami. Hal yang perlu diingat adalah jangan pernah memaksakan diri menggunakan humor kalau kita sendiri tidak memiliki selera humor. Karena menggunakan humor dalam presentasi, membutuhkan keterampilan khusus dan tidak semua penyaji mampu melakukannya. Humor bisa menghidupkan suasana yang kaku dan membosankan karena humor bisa menjadi alat pemecah kebekuan.
Untuk meyakinkan hadirin tentang pernyataan penting, pembicara bisa menggunakan teknik pengulangan. Teknik pengulangan kata atau frasa yang sama pada awal klausa atau kalimat berurutan biasanya digunakan pada presentasi atau pidato yang memberikan inspirasi atau motivasi. Tujuannya adalah untuk mengajak hadirin dan juga untuk mempengaruhi emosi mereka supaya menindaklanjuti apa yang disampaikan pembicara.
Teknik tiga poin adalah teknik presentasi kelas dunia yang sudah banyak digunakan oleh para pembicara ternama dari zaman ke zaman. Teknik ini akan memudahkan pembicara mengekspresikan konsep lebih lengkap, menekankan poin presentasi, sehingga memudahkan hadirin mengingat apa yang akan disampaikan.
Suara adalah kekuatan utama seorang pembicara. Menarik dan tidaknya sebuah presentasi salah satunya sangat ditentukan oleh teknik vokal. Oleh karena itu, jika pembicara ingin dapat tampil menarik, gunakan teknik vokal dengan baik. Bicaralah dengan suara yang jelas, tidak bergumam, gunakan nada atau suara yang dapat menyiratkan pesan yang akan disampaikan. Lakukan varisasi pada volume suara, kecepatan berbicara maupun ke dalam suara yang disampaikan.
Kita tidak perlu menjadi orang lain. Karena kita tidak akan pernah menjadi mereka. Cara agar menjadi pembicara yang menarik dan memukau adalah dengan menjadi diri sendiri. Kita harus memahami betul diri kita. Dengan begitu, kita akan mampu menggunakan teknik sesuai dengan kemampuan kita. Buatlah agar orang-orang mengenal kita sebagai diri kita sendiri, dan bukan sebagai orang lain. Percayalah, hadirin lebih suka kita menjadi diri sendiri.
TUGAS KELOMPOK
Buatlah video presentasi Anda dengan memilih topik sebagai berikut:
1. Upaya dan kebijakan pemerintah Indonesia menangani pandemi Covid-19
2. Upaya melindungi diri dari Covid-19.
3. Upaya meningkatkan kualitas belajar di masa Covid-19.
4. Strategi raih penghasilan di tengah paceklik pandemik Covid-19.
Pembuatan video harus bagus dengan kualitas suara (artikulasi) yang baik dan kualitas pencahayaan yang cukup. Durasi video maksimal 3 menit, isi singkat tapi padat, dengan ekpresi/penampilan yang baik dan berwibawa.
Sebelum video dibuat, persiapkanlah semua dengan matang. Agar tidak ada kendala dengan durasi yang hanya 3 menit. Hindari perkataan yang mubajir atau bertele-tele.
Saat presentasi, kenakanlah almamater Anda.
TUGAS MANDIRI
Kuis Benar atau Salah (True or False)
1. Pada saat presentasi, sang pembicara harus datang lebih awal dari waktu yang ditentukan agar dapat mengenali hadirin, sehingga akan bisa lebih akrab. Dengan demikian, pembicara akan dapat menyebut nama hadirin karena sudah mengenal terlebih dahulu.
2. Pernyataan berikut merupakan kiat mendasain presentasi. “Gunakan gambar atau foto yang dapat meyakinkan hadirin. Sertakan pula bukti-bukti yang mendukung pernyataan-pernyataan yang dibuat. Lalu, siapkan foto dan gambar menarik yang sesuai topik. Hal ini dimaksudkan bila hadirin mulai jenuh, tunjukkan gambar tersebut untuk mencairkan suasana.”
3. Salah satu hal yang perlu diperhatikan agar dapat mengembangkan topik presentasi adalah gunakan tabel dan grafik agar data lebih mudah dibaca.
4. Tanya jawab adalah satu sesi yang hampir selalu ada dalam setiap presentasi. Tanya jawab dimaksudkan untuk membuat pembicara takut dan khawatir.
5. Untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan hadirin terhadap diri pembicara ada beberapa sikap atau tindakan yang perlu dihindari. Sikap dan tindakan tersebut adalah menyela penanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yusuf Zainal. 2013. Pengantar Retorika. Bandung: Pustaka Setia.
Alex dan Ahmad HP. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. 2014. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6
Satata, Sri, Devi S, dan Dadi W. 2012. Bahasa Indonesia, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
A. Pengertian Paragraf
Paragraf menurut KBBI cetakan V adalah bagian bab dalam suatu karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru). Paragraf ialah suatu kumpulan dari kesatuan pikiran yang kedudukannya lebih tinggi serta lebih luas dari pada kalimat. Atau dapat diartikan pula paragraf adalah bagian dari sebuah karangan yang terdiri dari beberapa kalimat, yang berisiskan tentang informasi dari penulis untuk pembaca dengan pikiran utama sebagai pusatnya dan juga pikiran penjelas sebagai pendukungnya.
Paragraf disebut juga alinea. Paragraf adalah seperangkat kalimat yang tersusun secara logis dan sistematis yang mengandung satu kesatuan ide pokok. Disamping itu, secara teknis paragraf merupakan satuan terkecil dari sebuah kalangan. Biasanya paragraf itu terdiri atas beberapa kalimat yang berkaitan baik isi maupun bentuknya. Isi kalimat-kalimat pembangun paragraf itu membentuk satuan pikiran sebagai bagian dari pesan yang disampaikan penulis dalam karangannya. Jadi, dengan kata lain bahwa paragraf adalah satuan terkecil dari karangan yang biasanya terdiri atas beberapa kalimat yang berkaitan dan merupakan uraian tentang sebuah ide pokok.
Pengertian lainnya bahwa dalam sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut; mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas, sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf dapat juga dikatakan sebagai sebuah karangan yang paling pendek (singkat). Dengan adanya paragraf, kita dapat membedakan di mana suatu gagasan mulai dan berakhir. Kita akan kepayahan membaca tulisan atau buku, kalau tidak ada paragraf, karena kita seolah-olah dicambuk untuk membaca terus menerus sampai selesai. Kita pun susah memusatkan pikiran pada satu gagasan ke gagasan lain. Dengan adanya paragraf kita dapat berhenti sebentar sehingga kita dapat memusatkan pikiran tentang gagasan yang terkandung dalam paragraf itu.
B. Fungsi Paragraf
Sesuatu yang bersifat abstrak lebih sukar dipahami dibandingkan dengan sesuatu yang lebih kecil dan kongkret. Pemahaman pada dasarnya adalah memahami bagian-bagian kecil serta hubungan antarbagian-bagian itu dalam rangka keseluruhan. Karangan pun dapat dikatagorikan sebagai sesuatu yang abstrak. Maka untuk memahaminya karangan itu perlu dipecah-pecah jadi bagian-bagian kecil yang dikenal dengan istilah paragraf. Memahami isi paragraf jauh lebih mudah daripada memahami isi buku sekaligus.
Berdasarkan hal tersebut, tersirat dua fungsi paragraf yakni (1) sebagai penampung dari sebagian kecil jalan pikiran atau ide pokok keseluruhan karangan, (2) memudahkan pemahaman jalan pikiran atau ide pokok pengarang.
Penulisan paragraf yang terencana baik selalu bersifat logis sistematis. Paragraf tersusun baik merupakan alat bantu baik bagi pengarang maupun bagi pembaca. Seperangkat kalimat itu akan memungkinkan pengarang mengembangkan jalan pikirannya secara sistematis pula. Fungsi paragraf (3) adalah memungkinkan pengarang melahirkan jalan pikirannya secara sistematis. Bagi para pembaca kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis itu sangat memudahkan menelusuri serta memahami jalan pikiran pengarang. Fungsi paragraf yang (4) adalah mengarahkan pembaca dalam mengikuti alur pikiran pengarang serta memahaminya.
Paragraf yang baik selalu berisi ide pokok. Ide pokok itu merupakan bagian yang integral dari ide pokok yang terkandung dalam keseluruhan karangan. Ide pokok paragraf tidak hanya merupakan bagian dari ide pokok keseluruhan tetapi juga mempunyai relevansi dan menunjang ide pokok tersebut. Melalui fragmen-fragmen ide pokok yang tersirat dalam tiap paragraf , maka akhirnya pembaca sampai kepada pemahaman total isi karangan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa paragraf berfungsi sebagai (5) alat penyampai fragmen pikiran dan (6) penanda pikiran baru mulai berlangsung.
Dalam rangka keseluruhan karangan, paragraf sering juga digunakan sebagai pengantar, transisi atau pengalihan dari suatu bab ke bab lain. Bahkan tidak jarang paragraf digunakan sebagai penutup. Di sini paragraf berfungsi (7) sebagai pengantar, transisi dan konklusi.
Dengan demikian maka sampailah kita kepada suatu simpulan bahwa paragraf berfungsi sebagai:
C. Syarat-Syarat Paragraf
Paragraf merupakan bagian karangan yang terdiri dari beberapa kalimat yang berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran. Ada tiga syarat agar terbentuknya paragraf yang padu, yaitu kepaduan, kesatuan, dan kelengkapan.
1. Kepaduan Paragraf
Seperti yang sudah disebutkan di atas, untuk kepaduan langkah yang harus ditempuh adalah kemampuan merangkai kalimat sehingga bertalian secara logis dan terpadu.
Sebuah paragraf dikatakan mempunyai kesatuan jika seluruh kalimat dalam paragraf hanya membicarakan satu ide pokok ,satu topik/masalah. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang di bicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.
2. Kesatuan Paragraf
Selain kepaduan, persyaratan penulisan paragraf yang baik adalah prinsip kesatuan. Yang di maksud kesatuan adalah tiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran yang di wujudkan dalam kalimat utama. Kalimat utama yang di letakkan di awal paragraf di sebut paragraf deduktif,sedangkan yang di letakkan di akhir paragraf di sebut dengan paragraf induktif.
3. Kelengkapan Paragraf
Sebuah paragraf di katakan lengkap apabila di dalamnya terdapat kalimat-kalimat penjelas secara lengkap untuk menunjukan pokok pikiran atau kalimat utama. Ciri-ciri kalimat penjelas yaitu berisi keterangan, rincian, dan banyak lagi. Kalimat penjelas berarti apabila di hubungkan dengan kalimat yang ada di dalamnya, kemudian kalimat penjelas sering memerlukan kata penghubungan antar kalimat atau kata penghubung intrakalimat.
Kata penghubung itu sendiri berguna untuk menghubungkan kata-kata yang rancu dalam suatu paragraf atau kata yang kurang jelas dalam suatu paragraf.
D. Unsur-unsur Paragraf
Paragraf adalah satu kesatuan ekspresi yang terdiri atas seperangkat kalimat yang dipergunakan oleh pengarang sebagai alat untuk menyatakan dan menyampaikan jalan pikirannya kepada para pembaca. Supaya pikiran tersebut dapat diterima dengan jelas oleh pembaca maka paragraf harus tersusun secara logis-sistematis. Alat bantu untuk menciptakan susunan logis-sistematis itu ialah unsur-unsur paragraf seperti:
1. Ide Pokok
Ide pokok yaitu ide pembicaraan atau masalah yang bersifat abstrak. Ide pokok biasanya berupa kata, frase atau klausa
2. Kalimat Topik
Kalimat topik yaitu perwujudan pernyataan ide pokok dalam bentuk yang masih abstrak
3. Ide Pengembang
Ide pengembang yaitu rincian atau penjelasan ide pokok dalam bentuk yang kongkret. Ide pengembang berupa kata, frase, atau klausa
4. Kalimat Pengembang
Kalimat pengembang yaitu perwujudan pernyataan ide pengembang dalam bentuk kongkret
5. Kalimat penegas
Kalimat penegas yaitu kalimat yang berfungsi menegaskan dengan cara mengulang bentuk kalimat topik pada bagian akhir paragraf
6. Transisi
Transisi yaitu mata rantai penghubung paragraf. Transisi berfungsi sebagai penunjang koherensi atau kepaduan antarkalimat, antarparagraf dalam suatu karangan
Keenam unsur paragraf tersebut kadang-kadang bersama-sama, kadang-kadang hanya sebagian tampil dalam suatu paragraf.
Contoh paragraf yang memiliki unsur lengkap
Sebaliknya di rumah, Pak Ali sering marah-marah. Sarapan pagi terlambat dihidangkan apalagi keadaan dingin ia langsung memukul-mukul meja makan sambil memaki-maki pelayan dapur. Kamar tidur tidak bersih giliran pelayan kena omelan. Bila letak buku atau surat-surat berubah dari semula maka ia langsung menegur istri atau anaknya. Kalau pekarangan dan mobil tidak bersih, alamat pelayan taman kena “semprotan”. Boleh dikata Pak Ali melampiaskan marahnya setiap ada yang tidak beres di rumah.
Contoh paragraf yang hanya memiliki lima unsur
Umumnya masyarakat Indonesia peramah. Hampir semua anggota masyarakatnya mau membantu bila diminta. Tamu asing yang minta penjelasan tentang sesuatu akan dibantunya dengan senang hati. Bertemu dengan siapa saja di jalan akan disapanya dengan sopan dan ramah. Mereka tidak pernah cemberut menghadapi tamu-tamunya.
E. Jenis-Jenis Paragraf
Kalimat yang berisi gagasan utama paragraf adalah kalimat topik. Karena berisi gagasan utama itulah keberadaan kalimat topik dan letak posisinya dalam paragraf menjadi penting. Posisi kalimat topik di dalam paragraf yang akan memberi warna sendiri bagi sebuah paragraf.
1. Jenis Paragraf Berdasarkan Posisi Kalimat Topik
Berdasarkan posisi kalimat topik, paragraf dapat dibedakan atas empat macam, yaitu :
a. Paragraf Deduktif
Adalah paragraf yang letak kalimat pokoknya ditempatkan pada bagian awal paragraf, yaitu paragraf yang menyajikan pokok permasalahan terlebih dahulu, lalu menyusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan paragraf. (urutan umum-khusus)
Contoh:
Olahraga akan membuat badan kita menjadi sehat dan tidak mudah terserang penyakit. Fisik orang yang berolahraga dengan yang jarang atau tidak pernah berolahraga sangat jelas berbeda. Contohnya jika kita sering berolahraga fisik kita tidak mudah lelah, sedangkan yang jarang atau tidak pernah berolahraga fisiknya akan cepat lelah dan mudah terserang penyakit.
b. Paragraf Induktif
Bila kalimat pokok ditempatkan pada akhir paragraf akan terbentuk paragraf induktif, yaitu paragraf yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu, barulah diakhiri dengan pokok pembicaraan. (urutan khusus-umum)
Contoh:
Yang menyebabkan banjir di Jakarta sangat jelas yaitu ulah manusia itu sendiri. Contohnya saja masih banyak orang-orang yang buang sampah yang tidak pada tempatnya. Selain itu masyarakat juga tidak peduli terhadap selokan di sekitarnya. Oleh sebab itu, maka seharusnya pemerintah setempat harus lebih menyosialisasikan bahaya banjir kepada masyarakat. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa seluruh masyarakat dan pemerintah setempat harus menggalakan supaya Jakarta bebas banjir dengan cara membuang sampah pada tempatnya dan membersihkan selokan di sekitarnya.
c. Paragraf Deduktif-Induktif (Paragraf Campuran)
Bila kalimat pokok di tempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf, terbentuklah paragraf deduktif-induktif. Kalimat pada akhir paragraf umumnya menjelaskan atau menegaskan kembali gagasan utama yang terdapat pada awal paragraf.
Contoh:
Pemerintah menyadari bahwa rakyat Indonesia memerlukan rumah yang kuat, murah, dan sehat. Pihak dari pekerjaan umum sudah lama menyelidiki bahan rumah yang murah, tetapi kuat. Tampaknya bahan perlit yang diperoleh dari batuan gunung berapi sangat menarik perhatian para ahli. Bahan ini tahan api dan air tanah. Usaha ini menunjukan bahwa pemerintah berusaha membangun rumah yang kuat, murah dan sehat untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
d. Paragraf Penuh Kalimat Topik
Seluruh kalimat yang membangun paragraf sama pentingnya sehingga tidak satu pun kalimat yang khusus menjadi kalimat topik. Kondisi seperti itu dapat atau biasa terjadi akibat sulitnya menentukan kalimat topik karena kalimat yang satu dan lainnya sama-sama penting. Paragraf semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian bersifat deskriptif dan naratif terutama dalam karangan fiksi.
Contoh:
Pagi hari itu aku berolahraga di sekitar lingkungan rumah. Dengan udara yang sejuk dan menyegarkan. Di sekitar lingkungan rumah terdengar suara ayam berkokok yang menandakan pagi hari yang sangat indah. Kuhirup udara pagi yang segar sepuas-puasku.
2. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat Isinya (Jenis Cerita)
Isi sebuah paragraf dapat bermacam-macam bergantung pada maksud penulisannya dan tuntutan korteks serta sifat informasi yang akan disampaikan. Penyelarasan sifat isi paragraf dengan isi karangan sebenarnya cukup beralasan karena pekerjaan menyusun paragraf adalah pekerjaan mengarang juga.
Berdasarkan sifat isinya (jenis cerita), paragraf dapat digolongkan atas lima macam,yaitu:
a. Paragraf Persuasif
Yaitu isi paragraf mempromosikan sesuatu dengan cara mempengaruhi atau mengajak pembaca. Paragraf persuasif banyak dipakai dalam penulisan iklan,terutama majalah dan Koran . Sedangkan paragraf argumentasi, deskripsi, dan eksposisi umumnya dipakai dalam karangan ilmiah seperti buku, skripsi, makalah, dan laporan. Paragraf naratif sering dipakai untuk karangan fiksi seperti cerpen dan novel.
Contoh:
Marilah kita membuang sampah pada tempatnya, agar lingkungan kita bebas dari banjir dan bebas dari penyakit yang disebabkan oleh sampah–sampah yang di buang tidak pada tempatnya. Oleh karena itu, perlu kesadaran pada diri kita masing–masing untuk membuang sampah pada tempatnya.
b. Paragraf Argumentatif
Yaitu isi paragraf yang membahas satu masalah dengan bukti_bukti alasan yang mendukung.
Contoh:
Menurut Ketua panitia, Derrys Saputra, mujur merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh HMTK untuk memilih ketua dan wakil HMTK yang baru. Bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan kepengurusan MHTK periode 2008 – 2009, maka sebagai penggantinya dilakukan mujur untuk memilih ketua dan wakil HMTK yang baru untuk masa kepengurusan 2009 – 20010.
c. Paragraf Naratif
Yaitu isi paragraf yang menuturkan peristiwa atau keadaan dalam bentuk data atau cerita.
Contoh:
Pada game pertama, Kido yang bermain dengan lutut kiri dibebat mendapat perlawanan ketat Chai/Liu hingga skor imbang 16 – 16. pada posisi ini, Kido/Hendra yang lebih berpengalaman dalam berbagai kejuaraan memperlihatkan keunggulan mereka.
d. Paragraf Deskritif
Yaitu isi paragraf yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu dengan bahasa.
Contoh:
Kini hadir mesin cuci dengan desain bunga chrysant yang terdiri dari beberapa pilihan warna, yaitu pink elegan dan dark red untuk ukuran tabung 15 kg. Disamping itu, mesin cuci dengan bukaan atas ini juga sudah dilengkapi dengan LED display dan tombol-tombol yang dapat memudahkan penggunaan. Adanya fitur I-sensor juga akan memudahkan proses mencuci.
e. Paragraf Eksposisi
Yaitu isi paragraf yang memaparkan sesuatu fakta atau kenyataan kejadian tertentu.
Contoh:
Rachmat Djoko Pradopo lahir 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah. Tamat SD dan SMP (1955) di Klaten, SMA II (1958) di Yogyakarta. Masuk Jurusan Sastra Indonesia Universitas Gajah Mada, tamat Sarjana Sastra tahun 1965. Pada tahun 1978 Rachmat mengikuti penataran sastra yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Jakarta bersama ILDEP dan terpilih untuk melanjutkan studi di Pascasarjana Rijkuniversiteit Leiden, Nederland, tahun 1980 – 1981, di bawah bimbingan Prof. Dr. A. Teeuw.
3. Jenis Paragraf Berdasarkan Fungsinya dalam Karangan
Menurut fungsinya, paragraf dapat dibedakan menjadi 3 , yaitu:
a. Paragraf Pembuka
Bertujuan mengutarakan suatu aspek pokok pembicaraan dalam karangan .
Sebagai bagian awal sebuah karangan, paragraf pembuka harus di fungsikan untuk:
1) Menghantar pokok pembicaraan
2) Menarik minat pembaca
3) Menyiapkan atau menata pikiran untuk mengetahui isi seluruh karangan.
Setelah memiliki ketiga fungsi tersebut, dapat dikatakan paragraf pembuka memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah karangan. Paragraf pembuka harus disajikan dalam bentuk yang menarik untuk pembaca.
Untuk itu bentuk berikut ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan menulis paragraf pembuka, yaitu:
1) Kutipan, peribahasa, anekdot
2) Pentingnya pokok pembicaraan
3) Pendapat atau pernyataan seseorang
4) Uraian tentang pengalaman pribadi
5) Uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan
6) Sebuah pertanyaan.
b. Paragraf Pengembang/Paragraf Isi
Bertujuan mengembangkan pokok pembicaraan suatu karangan yang sebelumnya telah dirumuskan dalam alinea pembuka. Paragraf ini didalam karangan dapat difungsikan untuk:
1) Mengemukakan inti persoalan
2) Memberikan ilustrasi
3) Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya
4) Meringkas paragraf sebelumnya
5) Mempersiapkan dasar bagi simpulan
c. Paragraf Penutup
Paragraf ini berisi simpulan bagian karangan atau simpulan seluruh karangan. Paragraf ini sering merupakan pernyataan kembali maksud penulis agar lebih jelas. Mengingat paragraf penutup dimaksudkan untuk mengakhiri karangan, penyajian harus memperhatikan hal sebagai berikut:
1) Sebagai bagian penutup, paragraf ini tidak boleh terlalu panjang
2) Isi paragraf harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir sebagai cerminan inti seluruh uraian
3) Sebagai bagian yang paling akhir dibaca, disarankan paragraf ini dapat menimbulkan kesan yang medalam bagi pembacanya.
F. Pola Pengembangan Paragraf
Menulis paragraf berarti mengembangkan paragraf. Sebuah paragraf merupakan hasil pengembangan sebuah pernyataan menjadi sekelompok pernyataan yang berkaitan. Pernyataan yang dikembangkan itu merupakan ide atau gagasan sedangkan pernyataan-pernyataan lain merupakan pernyataan pengembang atau pernyataan penjelas.
Dalam mengembangkan paragraf ada beberapa pola yang lazim digunakan. Dalam tulisan ini akan dibicarakan pola-pola pengembangan seperti berikut:
1. Paragraf Pola Pengembangan Tanya Jawab
Paragraf jenis ini dikembangkan dengan pertanyaan terlebih dahulu. Lazimnya, kalimat pertama merupakan kalimat pertanyaan yang mengandung ide paragraf. Kalimat pengembangannya berupa jawaban atas pertanyaan tadi. Kalimat-kalimat jawaban merupakan kalimat penjelas atau pengembang paragraf.
Contoh:
Mengapa Marsinah diculik lalu dibunuh secara kejam? Menurut sebuah versi, kekejaman itu dilakukan karena Marsinah memiliki informasi penting tentang penyelewengan hukum atau praktik produksi illegal oleh perusahaan tempat ia bekerja. Ia, kabarnya, mau membeberkanya keluar kecuali jika pihak perusahaan memenuhi tuntutannya: memperbaiki kondisi buruh dan membatalkan PHK atas beberapa kawannya.
Paragraf tersebut didahului pertanyaan karena selain bertujuan memberikan penegasan terhadap topik pembicaraan, yakni penculikan dan pembunuhan Marsinah yang secara kejam, juga penulis belum bisa meyakini alasan pembunuhan tersebut. Jadi, pertanyaan yang dikemukakan pada awal paragraf, diantaranya mendukung fungsi menengaskan topik dan mengembangkan alasan.
2. Paragraf Pola Pengembangan Sebab-Akibat
Paragraf sebab akibat yaitu paragraf yang pengembangannya memanfaatkan makna hubungan sebab akibat antarkalimat. Ciri khas paragraf jenis ini ialah terbinanya hubungan sebab akibat antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Jadi hubungan sebab akibat ini merupakan satu rangkaian yang berkesinambungan.
Contoh:
Pariwisata itu ada karena adanya wisatawan. Wisatawan itu ialah orang-orang yang diburu oleh keinginan untuk melihat atau menikmati peristiwa keanehan, keagungan serta keindahan sebanyak mungkin dengan biaya yang serendah mungkin dan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Maka pengusaha yang dibingkai atau dikondisikan dengan psikologi yang seperti itu menciptakan prasarana dan sarana untuk memuaskan tuntutan atau kehendak tersebut. Hotel-hotel, perusahaan, penerbangan, perusahaan taksi, restoran, dan night clubs dipackage, digiring oleh pengusaha untuk menyongsong sikap yang demikian.
Sesuai dengan contoh tersebut, paragraf sebab akibat berdasarkan pola nalar pengembangannya, tergolong paragraf induktif, paragraf yang ide atau gagasannya terletak pada akhirnya paragraf.
3. Paragraf Pola Pengembangan Contoh atau Ilustrasi
Sesuai dengan sebutannya, paragraf contoh atau paragraf ilustrasi, paragraf jenis ini dikembangkan dengan menggunakan contoh atau ilustrasi. Contoh atau ilustrasi inilah yang memberikan penjelasan akan kebenaran ide atau gagasan paragraf, baik dengan cara deduktif, induktif, atau paduan keduanya.
Contoh:
Di Singapadu sekarang kita bisa menyaksikan kecak yang dipertunjukan dalam waktu kurang dari satu jam, bahkan bila diperlukan konsumen, pertunjukan bisa lebih singkat lagi. Demikian pula tarian-tarian lainnya dapat kita saksikan dalam bentuk yang condensed. Di pantai-pantai yang terbaik di bagian selatan Bali, terutama di kawasan Sanur, orang banyak yang terkejut dan sedih melihat semakin ciutnya daerah bebas mereka untuk melakukan upacara yang mereka perlukan tanpa harus minta izin terlebih dahulu. Lebih menyedihkan lagi bagi mereka apabila pada suatu saat terpancang papan pengumuman “DILARANG MASUK”. Salam dalam bahasa Inggris “hallo”, di Bali sekarang ternyata berkembang menjadi bermacam-macam arti; paling sedikit ada dua arti. Arti yang pertama, salam ramah- tamah biasa yang ditujukan pada orang asing, dan yang kedua, “Tuan belilah barang dagangan saya.” Contoh-contoh di atas merupakan gambaran bahwa betapa bergesernya nilai-nilai sosial dan agama di kawasan Bali.
4. Paragraf Pola Pengembangan Alasan atau Keterangan
Perkataan “alasan” bisa diganti dengan “keterangan”. Sebab pada hakikatnya, alasan itu merupakan keterangan. Paragraf alasan ialah paragraf yang pengembangan ide utamanya memanfaatkan penjelasan yang bermakna alasan. Alasan-alasan inilah yang memperkokoh ide paragraf sehingga kebenaran ide itu dapat diterima pembacanya.
Contoh:
Buat suatu negara yang sedang berkembang, pariwisata tampak merupakan suatu harapan kemungkinan yang menarik. Hal ini disebabkan karena dua modal utama bagi berhasilnya pariwisata, yakni kekhasan tradisi kebudayaan dan pemandangan alam biasanya dimiliki oleh negara-negara ini. Statusnya yang masih ditengah perjalanan dari keadaan “masyarakat lama” menuju ke keadaan “negara modern” memberi negara berkembang itu warna dan corak yang khas pada serat anyaman dari bahan masyarakatnya. Status “masyarakat lama” yang biasanya menonjolkan kekhasan adat istiadat dan bahasa dari suatu lingkungan pertanian yang pernah ketat masih merupakan ciri yang menarik di sebuah negara berkembang.
5. Paragraf Pola Pengembangan Perbandingan atau Analogi
Paragraf perbandingan ialah paragraf yang isinya merupakan perbandingan tentang dua hal yang baik yang menyangkut kesamaan maupun perbedaannya. Sebagai teknik pengembangan, perbandingan ini bisa bertujuan menjelaskan satu hal dengan menggunakan hal lain sebagai pembanding, atau menjelaskan kedua hal yang dibandingkan itu sekaligus.
Contoh:
Yang dimaksud masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian masyarakat perkotaan juga terletak pada sifat-sifat kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat perbedaan dalam hal perhatian, khususnya terhadap keperluan hidup. Jika masyarakat pedesaan mempunyai perhatian utama dan perhatian khusus terhadap keperluan dasar dari kehidupan, seperti pakaian, makanan, rumah, dan sebagainya, maka masyarakat perkotaan, terhadap hal-hal tersebut mempunyai pandangan yang berbeda.
6. Paragraf Pola Pengembangan Definisi
Sesuai dengan sebutannya, paragraf definisi merupakan paragraf yang mengembangkan definisi atau pembatasan sebuah istilah. Dalam sebuah paragraf definisi, sebuah istilah mungkin didefinisikan , mungkin pula dibacakan pengertiannya.
Contoh:
Istilah demokrasi biasanya diterjemahkan dengan kata kedaulatan rakyat. Ungkapan tersebut sering diartikan dengan pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi dalam pengertian ini hanya menggambarkan satu segi dari pengertian demokrasi yang sebenarnya. Pada hakikatnya, demokrasi merupakan sistem mentalitas untuk membina kehidupan bersama dalam masyarakat. Mentalitas yang dimaksud ialah mentalitas dalam pengertian cara berpikir, bersikap dan berbuat.
7. Paragraf Pola Pengembangan Deskripsi atau Pemerian
Paragraf pemerian adalah paragraf yang menyajikan sejumlah rincian tentang sesuatu yang lebih cenderung pada fakta daripada khayalan. Pemerian ini bisa berupa rincian tentang bentuk, ruang, waktu, peristiwa, atau keadaan. Kadang-kadang urutan pernyataannya tidak ketat. Artinya, urutan pernyataan dalam sebuah paragraf pemerian bisa dirubah, walaupun tidak selamanya.
Contoh:
Desa Ubud yang setiap harinya tertib, hening, senyap, tempat para senimannya menghabiskan sebagian waktunya dengan kerja kreatif, kali ini berubah laksana sebuah akuarium yang kemelut. Tak ada wajah-wajah suram yang memancarkan rasa duka cita. Sesuai dengan kepercayaan masyarakat Bali yang menghendaki agar khalayak melepas sang almarhum menuju nirwana dengan tenang. Yang terlihat hanya warna-warni merah, wajah cerah, serta suara gembira yang gemuruh. Para wanita mengenakan baju kebaya, kain, dan selendang berwarna semarak . Laki-lakinya mengenakan kain samping yang tradisional, yaitu kain petak-petak hitam putih. Putih warna bajunya, putih ikat kepalanya. Matahari agak muram seperti enggan menyengatkan sinarnya.
8. Paragraf Pola Pengembangan Proses
Seperti halnya paragraf pemerian, paragraf proses pun tergolong jenis paragraf deskriptif. Sesuai dengan namanya, paragraf proses ialah paragraf yang menjelaskan proses terjadinya atau proses bekerjanya sesuatu.urutan langkah dalam melakukan sesuatu.
Contoh:
Setelah sampai di darat, kendurkan semua pakaian korban yang sekiranya menyesakkan dirinya. Bersihkan mulutnya dari pasir atau lumpur, dan lepaskan gigi palsunya (kalau ada). Selanjutnya, telungkupkan badannya, dan berdirilah Anda mengangkanginya. Sambil membungkukan badan ke depan, tempatkan kedua tangan Anda pada perutnya dekat rusuk bawah. Angkatlah perutnya sehingga kepalanya merunduk ke tanah dan air keluar dari mulutnya. Jika pernapasannya berhenti, segeralah beri dia pernapasan buatan.
9. Paragraf Pola Pengembangan Penguraian
Paragraf jenis ini dikembangkan dengan cara menguraikan atau memilah-milah (mengklasifikasi) sesuatu. Dengan pernyataan lain, paragraf penguraian atau pemilahan ialah paragraf yang berisi penjelasan secara terurai atau pemilahan sesuatu secara rinci. Contoh-contoh di bawah ini akan membantu memberikan kejelasan tentang batasan di atas.
Contoh:
Berdasarkan peristiwa politik dan dokumen resmi kenegaraan, dalam perjalanan hidupnya bahasa Indonesia memiliki dua macam kedudukan. Pertama, bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional. Kedudukan ini dimilikinya sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedua, bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara. Kedudukan ini dimilikinya sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Undang-undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36.
DAFTAR PUSTAKA
Finoza, Lahmuddin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia
HS., Widjono. 2012. Bahasa Indonesia. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Pergurusn Tinggi. Jakarat: PT. Grasindo.
Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6
Ramlan, M. 1993. Paragraf, Alur Pikiran, dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset
Satata, Sri, Devi S, Dadi W. 2012. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Jakarta: Mitra Wacana Media.
KALIMAT EFEKTIF
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki ciri khas, salah satunya adalah keinginan untuk selalu berinteraksi dengan orang lain. Dalam kehidupan manusia tidak mungkin orang hanya hidup sendiri. Mereka selalu berinteraksi dengan orang lain. Salah satu cara berinteraksi tersebut adalah dengan berkomunikasi. Dengan berkomunikasi orang dengan orang lain akan dapat saling bertukar informasi. Maksud satu orang akan dapat diberikan ke orang lain melalui komunikasi. Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan alat penghubung antar manusia dengan manusia lain. Dengan adanya bahasa maka manusia menjadi semakin mudah dalam melakukan interaksi dengan orang lain.
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Bahasa lisan merupakan perwujudan dari bahasa yang digunakan sehari hari baik dalam forum resmi maupun tidak. Sedangkan bahasa tulis merupakan pencerminan kembali bahasa lisan dalam bentuk simbol-simbol. Baik bahasa lisan maupun bahas tulisan, memiliki ciri-ciri, kelemahan dan kelebihan masing-masing. Bahasa tulis misalnya, akan didukung oleh penggunaan ejaan dalam menjelaskan makna kata yang disampaikan dalam ragam tulis. Sedangkan dalam ragam lisan, penekanan intonasi dapat menjadi unsur utama dalam mendukung penyampaian pesan kepada lawan bicara kita.
Menulis merupakan sebuah kegiatan yang cukup positif dan banyak sekali manfaatnya. Selain meningkatkan kecerdasan pada otak kita, menulis juga merupakan cara untuk menuangkan pikiran, gagasan, dan sebuah karya yang dimiliki. Dalam menulis, kadang banyak informasi yang kurang atau tidak lengkap dari pesan yang ingin kita sampaikan. Hal ini dipengaruhi oleh pemakaian kalimat yang tidak efektif. Akibat yang dapat ditimbulkan adalah terjadinya kesalahpahaman antarkomunikan dan komunikator. Oleh karena itu, peran penting dalam menulis adalah adanya pengetahuan yang mapan tentang kalimat efektif.
A. Pengertian Kalimat Efektif
Pengertian kalimat yang efektif dan benar adalah kalimat dengan penggunaan jumlah kata yang sedikit dapat mengungkapakan gagasan yang padat dan tepat tanpa terjadinya pelanggaran terhadap kaidah setiap unsur dan aspek bahasa (Nazar, 2004: 13).
Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar lengkap dalam pikiran si penerima (pembaca), persis seperti apa yang disampaikan (Razak, 2000: 2).
Sebagai alat komunikasi, menurut Badudu (1991), kalimat dikatakan efektif apabila mencapai sasarannya dengan baik. Ada dua pihak yang terlibat, yaitu yang menyampaikan dan yang menerima. Selain itu, ada sesuatu yang disampaikan yang berupa gagasan, pesan, atau pemberitahuan. Kalimat yang efektif dapat menyampaikan pesan, gagasan, ide atau pemberitahuan kepada si penerima sesuai dengan yang ada dalam benak si penyampai.
Banyak definisi yang dapat menjelaskan makna dan tujuan dari kalimat efektif tersebut. Namun, pada dasarnya dari beberapa definisi tersebut banyak memiliki kesamaan yakni bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang menggunakan kata dengan hemat, namun ide/pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan sama.
B. Ciri-ciri Kalimat Efektif
Menurut Wijayanti (2015: 66) kalimat dinyatakan efektif bila memiliki ciri-ciri:
1. Kesatuan gagasan Kalimat efektif hanya mengandung satu gagasan.
Baik di dalam kalimat maupun di dalam paragraf syarat yang harus dipeneuhi adalah adanya kesatuan gagasan. Kesatuan gagasan ini akan memiliki arti bahwa di dalam sebuah kalimat hanya ada satu ide/gagasan.
2. Kesepadanan
Kesepadanan adalah keseimbangan pikiran (gagasan) dengan struktur kalimat. Untuk menghasilkan kalimat yang mengandung kesepadanan, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Kalimat memiliki subjek dan predikat yang jelas.
Dengan adanya subjek dan predikat yang jelas akan memberikan kejelasan pula dalam penyampaian ide/pesan dari kalimat tersebut. Apa atau siapa dalam sebuah kalimat memberikan kejelasan dalam kalimat tersebut
b. Kata depan tidak berada di depan subjek.
Ketepatan penggunaan konjungsi (termasuk intra-kalimat) dalam sebuah kalimat memiliki peran penting dalam mendukung kejelasan gagasan dalam sebuah kalimat.
c. Subjek tidak ganda.
Subjek yang ganda dalam sebuah kalimat dapat menimbulkan pemahaman yang ganda/lebih dari satu (ambigu). Oleh karena itu, dalam kalimat efektif subjek harus memiliki satu makna yang jelas agar tidak menimbulkan kesalahan pemahaman yang berbeda.
3. Keparalelan (kesejajaran).
Keparalelan adalah kesamaan bentuk atau makna yang digunakan dalam kalimat.
Contoh: Atika memetiki setangkai bunga. (tidak paralel makna).
Kalimat tersebut tidak memiliki kepararelan bentuk karena bila digunakan kata memetiki berarti bukan hanya setangkai namun memiliki makna jamak, seharusnya memetik.
4. Kehematan.
Kalimat efektif bercirikan tidak menggunakan kata-kata yang tidak diperlukan. Cara untuk menghemat kata adalah dengan tidak mengulang subjek, tidak memakai bentuk superordinate, tidak menggunakan kata bersinonim, dan tidak menjamakkan kata-kata yang sudah menggunakan bentuk jamak.
Contoh: Belajar adalah merupakan tanggung jawab mahasiswa.
Pemakaian kata adalah dan merupakan memiliki makna yang sama.
5. Kelogisan.
Kalimat dikatakan efektif jika dapat diterima oleh akal sehat.
Contoh: Waktu dan tempat kami persilahkan. (tidak logis).
Pemakaian kata dipersilahkan tidak tepat/tidak logis karena yang dapat dipersilahkan adalah orang. Maka, kalimat tersebut akan menjadi efektif apabila kata tersebut diganti menjadi waktu dan tempat kami serahkan atau kami berikan.
6. Kecermatan.
Kalimat efektif ditulis secara cermat, tepat dalam diksi sehingga tidak menimbulkan tafsir ganda. Penempatan unsur-unsur kalimat yang tepat akan membantu pembaca untuk memahami makna kalimat secara jelas tanpa menimbulkan tafsir ganda.
Contoh:
a. Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menjadi Putri Indonesia tahun ini. (tidak cermat)
b. Mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi yang terkenal itu menjadi Putri Indonesia tahun ini. (cermat)
7. Kebervariasian.
Ciri kalimat efektif yang lain adalah tidak monoton. Kalimat sebaiknya bervariasi dengan memanfaatkan jenis-jenis kalimat yang ada dalam bahasa Indonesia.
8. Ketegasan.
Ketegasan dapat dinyatakan dengan memberi penonjolan atau penekanan pada ide pokok kalimat. Ketegasan dalam kalimat efektif ini menjadi penting karena hal yang ditonjolkan tersebut merupakan ide dari gagasan dalam kalimat tersebut.
9. Ketepatan.
Diksi yang digunakan perlu dipilih secara tepat dan cermat sehingga dapat mewakili tujuan, maksud, atau pesan. Pemakain kata yang memiliki makana ganda, kata yang berhomonim, homofon, homograf juga akan memiliki pengaruh dalam kalimat tersebut.
10. Kebenaran struktur.
Kalimat efektif mengandung kebenaran struktur bahasa Indonesia, artinya unsur-unsur yang digunakan dalam kalimat tidak memakai unsur-unsur asing atau daerah. Sebagai contoh, pemakaian unsur bahasa Inggris which, where tidak benar jika disepadankan dengan konjungsi dimana, di mana, atau yang mana dalam bahasa Indonesia. Penggunaan kata-kata tersebut perlu dihindari. Begitu pula unsur bahasa daerah sebaiknya tidak dipakai dalam tulisan.
Contoh:
a. Masyarakat hukum adalah sekelompok orang-orang yang berdiam dalam suatu wilayah tertentu dimana di dalam kelompok tersebut berlaku serangkaian peraturan sebagai pedoman tingkah laku. (salah)
b. Masyarakat hukum adalah sekelompok orang yang berdiam dalam suatu wilayah yang menganut serangkaian peraturan sebagai pedoman tingkah laku. (benar)
11. Keringkasan.
Dalam menulis ditemukan pemakaian kata dan kelompok kata yang sebenarnya memiliki makna yang sama. Dalam hal ini kelompok kata merupakan bentuk panjang, sedangkan kata merupakan bentuk ringkas/pendek.
Contoh:
a. Kami mengadakan penelitian anak jalanan di Jakarta. (bentuk panjang)
b. Kami meneliti anak jalanan di Jakarta. (bentuk ringkas)
C. Kesesatan Kalimat
Kadang-kadang gagasan yang terkandung di dalam kalimat tidak tersampaikan dengan baik kepada orang lain. Hal ini terjadi karena kalimat yang kita buat menyesatkan.
Berikut contoh kesesatan kalimat dalam tiket pesawat terbang.
– Jika nama penumpang tidak sama dengan nama yang tercantum di dalam tiket, maka pengangkut udara mempunyai hak menolak orang yang namanya berbeda dengan nama-nama yang tercantum di dalam tiket tersebut dan dengan demikian keberangkatan orang tersebut menjadi tidak jadi.
Coba perhatikan kata yang ditulis miring. Kata-kata tersebut adalah kata-kata yang boros. Mari kita hematkan menjadi seperti berikut ini.
– Jika nama penumpang berbeda dengan nama yang tercantum di dalam tiket, maskapai berhak menolak orang tersebut dan dengan demikian keberangkatan orang tersebut batal.
Dapatkah Anda menyebutkan kata-kata apa saja yang diubah dan dikurangi?
D. Keefektifan dan Kesantunan Kalimat
1. Kehematan
Gagasan yang tercantum dalam kalimat sering kali tidak tersampaikan karena penggunaan kata yang boros. Kalimat di atas disusun tanpa memperhatikan prinsip kehematan kalimat. Padahal, ada beberapa kata dan frasa yang dapat dihemat, seperti:
Jika ….., maka ….. seharusnya Jika ….., ….. atau ….. maka …..
tidak sama seharusnya berbeda
mempunyai hak seharusnya berhak
pengangkut udara seharusnya maskapai
Tidak jadi seharusnya batal
Agar kalimat Anda efektif dan santun, perhatikan persyaratan berikut ini:
a. Hindari pengulangan subjek.
b. Hindari pemakaian superordinat pada hiponim kata .
c. Hindari dua kata yang bersinonim dipakai dalam sebuah kalimat
2. Kecermatan
Prinsip kecermatan berarti cermat dan tepat menggunakan diksi. Agar tercapai kecermatan dan ketepatan diksi, Anda harus memperhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini.
a. Hindari penanggalan awalan
Contoh:
– Saya keberatan jika harus mencantumkan nama ahli bahasa itu pada buku perdana hasil karya sendiri karena berbagai pertimbangan.
Seharusnya
– Saya berkeberatan jika harus mencantumkan nama ahli bahasa itu pada buku perdana hasil karya sendiri karena berbagai pertimbangan.
b. Hindari peluluhan bunyi /c/
Contoh:
– Ia sangat menyintai calon istrinya sehingga menyiptakan puisi terindah sebagai mas kawin di hari pernikahan.
Seharusnya
– Ia sangat mencintai calon istrinya sehingga menciptakan puisi terindah sebagai mas kawin di hari pernikahan.
c. Hindari bunyi /s/, /p/, /t/, dan /k/ yang tidak luluh
Contoh:
– Tanpa mengesampingkan kodratnya sebagai perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) berusaha memromosikan, dan mensosialisasikan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Seharusnya
– Tanpa mengkesampingkan kodratnya sebagai perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) berusaha mempromosikan, dan menyosialisasikan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
d. Hindari pemakaian kata ambigu (rancu)
Contoh
Istri Wakil Direktur Rumah Tangga Pertamina Pusat yang baru itu akan meluncurkan buku yang berjudul Melawan Stigma Negatif Seorang Sekertaris
(Catatan: Siapa yang baru? Istri wakil direktur atau pak wakil direktur yang baru menjabat)
3. Kesejajaran
Agar kalimat yang Anda buat terlihat rapi dan bermakna sama, kesejajaran dalam kalimat diperlukan. Kesejajaran adalah penggunaan bentuk-bentuk yang sama pada katakata yang berparalel. Perhatikan kalimat berikut:
Maskapai tidak bertanggung jawab terhadap kehilangan dokumen, kerusakan barang, busuknya makanan, dan jika hewan yang diletakkan dalam bagasi tiba-tiba mati
Pada kalimat tersebut, terdapat kata-kata yang tidak berparalel dan harus disejajarkan, yaitu kata kehilangan, kerusakan, busuknya dan mati. Seharusnya, dua kata tersebut menjadi kebusukan dan kematian. Dengan demikian kalimat itu dapat diperbaiki menjadi:
Maskapai tidak bertanggung jawab terhadap kehilangan dokumen, kerusakan barang, kebusukan makanan, dan kematian hewan.
4. Keharmonisan
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tertulis, yang mengungkapkan pikiran secara utuh, memiliki unsur gramatikal terdapat subjek dan predikat, serta memiliki kesenyapan.keharmonisan kalimat artinya kalimat yang kita buat harus harmonis antara pola berpikir dan struktur bahasa. Ingat, kecermatan dalam berbahasa mencerminkan ketelitian dalam berpikir.
Agar kalimat Anda harmonis, setiap kalimat yang Anda buat harus mempunyai kejelasan unsur-unsur gramatikalnya, seperti subjek, predikat, pelengkap, dan keterangan.
a. Subjek
Subjek (S) ialah bagian kalimat yang menunjukan pelaku, tokoh, sosok, benda, sesuatu hal, atau suatu masalah yang menjadi pangkal atau pokok pembicaraan. Ciri-ciri subjek yaitu jawaban apa atau siapa, disertai kata petunjuk, memiliki keterangan pembahas yang, didahului kata bahwa, dan tidak didahului kata depan.
Contoh:
1). Leonardo da Vinci / adalah seorang pelukis yang terkenal
S
2). Lukisannya yang terkenal itu / bernama / Monalisa
S
3). Bahwa Leonardo da vinci merupakan pelukis yang terkenal / diakui / oleh dunia
S
b. Predikat
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu melakukan apa atau dalam keadaan bagaimana subjek. Predikat dapat juga berupa sifat, situasi, status, ciri atau jatidiri subjek. Ciri-ciri predikat yaitu berupa kata kerja; bukan berupa kata benda; disertai aspek bahasa; disertai kata adalah, yaitu, dan merupakan; dapat diingkarkan.
Contoh :
1) Leonardo da Vinci / adalah seorang pelukis yang terkenal
P
2) Lukisannya yang terkenal itu / bernama / Monalisa
P
3) Disamping bakat melukis Leonardo / memiliki / pengetahuan / di berbagai
P
bidang
4) Leonardo da Vinci / menguasai / pengetahuan tentang cara membuat
P
senapan, kincir angin, dan pesawat terbang
c. Objek dan Pelengkap
Objek (O) dan Pelengkap (P) adalah bagian kalimat yang melengkapi predikat. Ciri-ciri objek dan pelengkap yaitu objek dan pelengkap berada di belakang predikat; objek bisa mempunyai subjek pada kalimat pasif; pelengkap tak bisa menjadi subjek pada kalimat pasif.
Contoh :
1) Lukisannya yang terkenal / bernama / Monalisa
Pelengkap
2) Leonardo da Vinci / menguasai / pengetahuan tentang cara membuat
senapan, kincir angin, dan pesawat terbang
Objek
d. Keterangan
Keterangan (K) ialah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai bagian yang lainnya. Ciri-ciri keterangan yaitu berupa kata, frase, dan klausa, didahului kata depan, dan tidak terikat posisi
Contoh :
1) Di samping bakat melukis / Leonardo memiliki pengetahui diberbagai bidang
K
2) Monalisa / lukisannya yang terkenal, / telah mengantar Leonardo da Vinci
K
menjadi tokoh besar di zaman Renaisance
e. Kelogisme
Pada sebuah acara resmi, pembawa acara menyilahkan pembicara untuk memberikan sambutan kalimat seperti ini:
– Baiklah, untuk mempersingkat waktu, acara selanjutnya adalah penyampaian sepatah dua kata dari Rektor Universitas Dian Nusantara, Bapak Prof. Dr. H. Suharyadi, M.S., waktu dan tempat kami persilahkan.
Apakah yang tidak logis pada kalimat itu? Apakah waktu dapat dipersingkat? Siapakah yang dipersilahkan memberi sambutan, waktu dan tempat atau Rektor Universitas Dian Nusantara?
Kelogisan berhubungan dengan bernalar atau tidaknya sebuah kalimat.
Ketidaklogisan bisa terjadi karena isi kalimat atau struktur kalimat yang dibangun. Struktur kalimat yang dimaksud adalah penggunaan unsur gramatikal yang tidak tepat dan penggunaan kata penghubung yang tidak logis.
Terdapat dua kata penghubung, dalam bahasa Indonesia yaitu kata penghubung intrakalimat dan kata penghubung antar kalimat. Intrakalimat adalah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat atau sebaliknya.
Contoh :
… karena … …, dan …
…sehingga … …, atau …
walaupun …, … …, seperti …
jika …, …
…, sedangkan …
…,melainkan …
Antarkalimat ialah kata yang menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya.
Contoh :
Jadi, … Pertama, …
Oleh karena itu, … Kedua, …
Namun, … Kesimpulannya, …
Kemudian, … Selanjutnya, …
Kesesatan kalimat dengan menggunakan kata penghubung yang salah dapat kita lihat pada contoh karangan berikut ini.
Dan masalah lainnya yang timbul adalah adanya kesalahan dalam pencatatan persediaan. Tetapi, kesalahan dalam pencatatan persediaan ini mempunyai pengaruh besar terhadap laporan neracadan laporan laba rugi, oleh karena itu harus ada kecocokan antara bagian gudang dan bagian produksi. Sedangkan, pengendalian perlindungan persediaan juga sangat diperlukan, yaitu dengan cara pembentukan tenaga gudang untuk mencegah adanya kerusakan barang atau kehilangan barang, namun sebaliknya akses untuk masuk kedalam gudang juga perlu dibatasi hanya untuk bagian gudang. Maka atas adanya pertimbangan-pertimbangan yang sudah penulis jelaskan, maka dilakukanlah penelitian ini, sehingga makalah ini diberi judul “Prosedur Pembelian Bahan Baku pada Float Division di PT. Multi Glass.”
(Anda ditugaskan memperbaiki paragraf di atas sehingga menjadi benar.)
E. Syarat-syarat Kalimat Efektif
Soedjito (1999:1-8) mengemukakan bahwa kalimat efektif itu memiliki empat ciri: (1) gramatikal/memenuhi kaidah tata bahasa; (2) tepat dalam memilih kata; (3) memenuhi kaidah penalaran; dan (4) keserasian.
1. Ciri Gramatikal.
Kalimat efektif harus mengikuti kaidah tata bahasa dan berikut contohnya.
Tidak Gramatikal
a. Meskipun orang asing, dia pandai bicara bahasa Indonesia.
b. Dia tidak nyuri uang saya.
c. Persoalan itu belum semuanya disadari oleh kita.
d. Dia tidak ambil kue adiknya.
e. Saya telah ketemu dia kemarin.
Gramatikal
a. Meskipun orang asing, dia pandai berbicara bahasa Indonesia.
b. Dia tidak mencuri uang saya.
c. Persoalan itu belum semuanya kita sadari
d. Dia tidak mengambil kue adiknya.
e. Saya telah bertemu dengan dia kemarin.
2. Pilihan Kata
Pilihan kata (diksi) turut mendukung kalimat efektif. Untuk menyusun kalimat efektif harus dipilih kata-kata yang (a) tepat, (b) saksama (sesuai), dan (c) lazim.
Perhatikan contoh-contoh berikut.
a. Dalam hal ini dapat (dibilang, dikatakan) bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit.
b. Adik sudah (dikasih, diberi) kue (sama, oleh) ibu.
c. Saya suka (menonton, memandang) layar tancap.
d. Idul Fitri adalah hari (raya, besar, agung) umat Islam.
e. Pelatihan-pelatihan itu sangat bermanfaat (bagi, guna, buat) para guru bahasa Indonesia.
f. Dalam diri kita, jiwa (leadership, kepemimpinan) harus dilandasi nilai-nilai moral Pancasila.
1) Pemakaian kata tutur
Kata tutur adalah kata yang hanya dipakai dalam pergaulan sehari-hari, terutama dalam percakapan, seperti bilang, bikin, dikasih tahu, jumpa, bicara, beli, baca. Kata-kata tutur termasuk kata-kata yang tidak baku.
2) Pemakaian kata-kata bersinonim
Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat saling menggantikan, ada pula yang tidak. Ada pula kata-kata bersinonim yang pemakainya dibatasi oleh persandingan yang dilazimkan, contoh melihat, menonton, memandang, lalu raya, besar, agung, dan meninggal, wafat, mati, gugur, mangkat, tewas, mampus. Dengan bentuk kata-kata bersinonim, seorang pembicara/penulis harus mampu memilih secara cermat kata mana yang cocok dan tepat digunakan.
3) Pemakaian kata-kata yang bernilai rasa
Kata-kata yang bernilai rasa hendaknya dipilih secara cermat agar keefektifan penutur dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Salah pilih terhadap kata-kata yang bernilai rasa dapat mengganggu pembaca.
a) Penalaran
Menguasai kaidah bahasa dan pilihan kata (diksi) belum menentukan kalimat itu efektif. Keefektifan kalimat didukung pula oleh jalan pikiran yang logis.
b) Keserasian
Keserasian turut pula menentukan keefektifan suatu kalimat, yaitu serasi dengan pembicara atau penulis dan cocok dengan pendengar atau pembaca serta serasi dengan situasi dan kondisi saat bahasa itu digunakan.
F. Ejaan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mengenal adanya kaidah/aturan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Pemakaian bahasa Indonesia dikatakan baik apabila sesuai dengan penempatan lokasi dan lawan bicara kita. Sedangkan bahasa Indonesia dikatakan benar bila sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Salah satu kaidah dalam bahasa Indonesia adalah ejaan. Pengertian ejaan menurut Arifin (2005:170) adalah keseluruhan peraturan bagaimana kita melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antar lambing-lambang itu. Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam tulisan ilmiah harus ditunjang oleh penerapan aturan ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia yang tertulis dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disingkat PUEBI.
Pengertian ejaan menurut Kridalaksana (1982: 38) adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, yang lazimnya mempunyai tiga aspek yakni aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad; aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis; dan aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
Tata tulis dalam PUEBI dapat Anda baca pada modul sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 1991. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Bandung: Pustaka Prima.
Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia
Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6
Satata, Sri, Devi S, dan Dadi W. 2012. Bahasa Indonesia, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadianional. Jakarta: Mitra Wacana Media
Nazar, Noerzisri. 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah. Bandung: Humaniora Utama.
Razak, Abdul. 2000. Kalimat Efektif, Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta: PT Gramedia
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
MEMBACA UNTUK MENULIS
Pada waktu-waktu terakhir ini makin dirasakan betapa pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Kenyataan yang dihadapi dewasa ini adalah bahwa, selain ahli-ahli bahasa, semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam dirinya dalam bidang teori dan praktik bahasa. Semua orang menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa.
Begitu pula melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada di sekitar manusia: peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuh, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi. Komunikasi melalui bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Ia memungkinkan tiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat-istiadat, kebudayaan serta latar belakangnya masing-masing.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota-anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Mungkin ada orang yang berkeberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka itu menunjukkan bahwa dua orang atau pihak dapat mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya, sejak lama telah dipergunakan untuk mengadakan komunikasi antara anggota masyarakat. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi sebagai disebut tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Walaupun asap api, bunyi gendang, dan sebagainya dalam keadaan yang sangat terbatas dapat digunakan untuk berkomunikasi, tetapi semuanya bukanlah bahasa. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Dalam kegiatan membaca, kegiatan lebih banyak dititikberatkan pada keterampilan membaca daripada teori-teori membaca itu sendiri.
Henry Guntur Tarigan menyebutkan tiga komponen dalam keterampilan membaca, yaitu; (1) pengenalan terhadap aksara-aksara serta tanda-tanda baca; (2) korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal; dan (3) hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna.
Kita haruslah menyadari serta memahami benar-benar bahwa membaca adalah suatu metode yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu mengomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.
Henry Guntur Tarigan berpendapat bahwa “Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis”. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, yakni memahami makna yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis tetapi berada pada pikiran pembaca. Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan / cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Membaca merupakan suatu penafsiran atau interpretasi terhadap ujaran yang berada dalam bentuk tulisan adalah suatu proses pembacaan sandi (decoding process).
Membaca adalah suatu proses yang bersangkut paut dengan bahasa. Oleh karena itu, maka para pelajar haruslah dibantu untuk menanggapi atau memberi responsi terhadap lambang-lambang visual yang menggambarkan tanda-tanda oditori dan berbicara haruslah selalu mendahului kegiatan membaca.
Harimurti Kridalaksana mengatakan “Membaca adalah menggali informasi dari teks, baik yang berupa tulisan maupun dari gambar atau diagram maupun dari kombinasi itu semua”.
Soedarso berpendapat bahwa “Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah, meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat”.
DP. Tampubolon berpendapat bahwa “Membaca adalah kegiatan fisik dan mental yang dapat berkembang menjadi suatu kebiasaan”.
Bahkan ada pula beberapa penulis yang beranggapan bahwa membaca adalah suatu kemauan untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang tertulis tersebut melalui suatu metode pengajaran membaca seperti fonik (ucapan, ejaan berdasarkan interpretasi fonetik terhadap ejaan biasa) menjadi membaca lisan.
Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.
2. Hakikat dan Proses Membaca
a. Hakikat Membaca
Bagi masyarakat yang hidup dalam babakan pascaindustri, atau yang lazim disebut erasumber daya manusia, atau erasibermatika, seperti sekarang ini, kemahiran membaca dan menulis atau yang lazim disebut literacy memang telah dirasakan sebagai conditio sine quanon alias prasyarat mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan sumber kekuatannya pada kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan suatu sumber daya yang hanya ada pada manusia, yakni daya nalarnya. Sebab daya nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini.
Nalar manusia akan berkembang secara maksimal jika ia diasah melalui pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah kegiatan berliterasi atau kegiatan baca-tulis. Dengan demikian kedudukan kemahiran berliterasi pada abad informasi seperti sekarang ini sesungguhnya merupakan modal utama bagi siapa saja yang berkehendak meningkatkan kemampuan serta kesejahteraan penghidupannya.
Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi merupakan hal yang sangat fundamental. Sebab semua proses belajar sesungguhnya didasarkan atas kegiatan membaca dan menulis, juga dengan melalui kegiatan literasi membaca dan menulislah kita dapat menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari berbagai penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Dengan demikian, dunia pendidikan dan persekolahan memiliki tugas untuk mengupayakan kehadiran salah satu aspek keterampilan berbahasa ini kepada para siswanya.
Hingga saat ini cukup banyak pengertian atau definisi yang telah dikemukakan oleh para pakar tentang membaca. Dari berbagai pengertian dan definisi membaca tersebut kita dapat mengklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar. Pertama, pengertian membaca yang ditarik sebagai interpretasi pengalaman membaca itu bermula dengan penemuan waktu dan berawal dengan pengelolaan tanda-tanda berbagai benda (membaca itu berawal dengan tanda dan pertanda). Kedua, definisi atau pengertian membaca yang ditarik dari interpretasi lambang grafis; membaca merupakan upaya memperoleh makna dari untaian huruf tertentu. Dan ketiga, definisi atau pengertian membaca yang ditarik dari keduanya, yakni membaca merupakan perpaduan antara pengalaman dan upaya memahami lambang-lambang grafis atau dari halaman bercetakan. Jika dihubungkan dengan masalah pembelajarannya, setiap definisi-definisi membaca tersebut sudah barang tentu senantiasa berimplikasi. Sebagai seorang guru atau calon guru kita perlu memahami implikasi-implikasi tersebut.
b. Membaca sebagai Proses
Membaca bukanlah suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan suatu sintesis berbagai proses yang tergabung ke dalam suatu sikap pembaca yang aktif. Proses membaca yakni membaca sebagai proses psikologi, membaca sebagai proses sensori, membaca sebagai proses perseptual, membaca sebagai proses perkembangan, dan membaca sebagai proses perkembangan keterampilan. Sebagai proses psikologi membaca itu perkembangannya akan dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya psikologi pembaca, seperti intelegensi, usia mental, jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, bahasa, ras, kepribadian, sikap, pertumbuhan fisik, kemampuan persepsi, tingkat kemampuan membaca. Di antara faktor-faktor tersebut menurut Harris (1970), bahwa faktor terpenting dalam masalah kesiapan membaca yaitu intelegensi umum.
Membaca sebagai proses sensoris mengandung pengertian bahwa kegiatan membaca itu dimulai dengan melihat. Stimulus masuk lewat indra penglihatan mata. Setelah dilakukan pemaknaan atau pengucapan terhadapnya. Pernyataan “membaca sebagai proses sensoris” tidak berarti bahwa membaca merupakan proses sensoris semata-mata. Banyak hal yang terlibat dalam proses membaca dan ketidakmampuan membaca bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa bekerja sendiri-sendiri atau secara serempak.
Membaca sebagai proses perseptual mengandung pengertian bahwa dalam membaca merupakan proses mengasosiasikan makna dan interpretasi berdasarkan pengalaman tentang stimulus atau lambang, serta respons yang menghubungkan makna dengan stimulus atau lambang tersebut. Membaca sebagai proses perkembangan mengandung arti bahwa membaca itu pada dasarnya merupakan suatu proses perkembangan yang terjadi sepanjang hayat seseorang. Kita tidak tahu kapan perkembangan mulai dan berakhir. Sedangkan proses membaca sebagai perkembangan keterampilan mengandung arti membaca merupakan sebuah keterampilan berbahasa (language skills) yang sifatnya objektif, bertahap, bisa digeneralisasikan, merupakan perkembangan konsep, pengenalan dan identifikasi, serta merupakan interpretasi mengenai informasi.
3. Jenis-Jenis Membaca
a. Membaca berdasarkan Terdengar Tidaknya Suara Pembaca
Ditinjau dari terdengar dan tidaknya suara si pembaca pada waktu membaca, kita dapat membagi membaca menjadi dua jenis yakni membaca dalam hati (silent reading) dan membaca nyaring atau membaca bersuara (oral reading or aloud reading).
Pada tataran yang paling rendah membaca nyaring merupakan aktivitas membaca sebatas melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa dengan suara yang cukup keras, sedangkan pada tataran yang lebih tinggi membaca nyaring merupakan proses pengkomunikasian isi bacaan (dengan nyaring) kepada orang lain (pendengar).
Membaca dalam hati merupakan proses membaca tanpa mengeluarkan suara dan yang aktif bekerja hanya mata dan otak atau kognisi saja. Untuk menanamkan kemahiran kedua jenis membaca ini diperlukan adanya proses latihan secara terencana dan sungguh-sungguh di bawah asuhan guru-guru profesional.
b. Membaca berdasarkan Cakupan Bahan Bacaan
Dilihat dari sudut cakupan bahan bacaan yang dibaca, secara garis besar membaca dapat kita golongkan menjadi dua: membaca ekstensif (extensive reading) dan membaca intensif (intensif reading).
Membaca ekstensif adalah program membaca secara luas, baik jenis maupun ragam teksnya. Tujuannya sekadar untuk memahami isi yang penting-penting saja dari bahan bacaan yang dibaca dengan menggunakan waktu secepat mungkin. Ada tiga jenis membaca ekstensif, yakni membaca survei (survei reading), membaca sekilas (skimming), membaca dangkal (superficial reading).
Membaca intensif merupakan program kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama. Dalam membaca ini, para siswa hanya membaca satu atau beberapa pilihan dari bahan bacaan yang ada dan bertujuan untuk menumbuhkan serta mengasah kemampuan membaca secara kritis. Secara garis besar membaca intensif terbagi dua, yakni membaca telaah isi (content study reading) dan membaca telaah bahasa (linguistik study reading). Membaca telaah isi dibagi lagi menjadi membaca telaah teliti (close reading), membaca pemahaman (reading for understanding). Membaca kritis (outical reading) dan membaca ide (reading for ideas). Membaca telaah bahasa dibagi menjadi membaca bahasa asing (foreign language reading) dan membaca sastra (literary reading).
4. Aspek-Aspek Membaca
Ada beberapa aspek membaca diantaranya:
a. Aspek sensori yaitu kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis Dalam membaca, pembaca harus harus mampu menangkap sejumlah simbol tertulis yang dibaca dan menginterpretasikan simbol-simbol atau kata-kata yang dibaca,dan di harapkan mampu memahami simbol bahasa yang berupa huruf, kelompok huruf dan kata Membaca sebagai proses sensoris mengandung pengertian bahwa kegiatan membaca itu dimulai dengan melihat. Stimulus masuk lewat indra penglihatan mata. Setelah dilakukan pemaknaan atau pengucapan terhadapnya. Pernyataan “membaca sebagai proses sensoris” tidak berarti bahwa membaca merupakan proses sensoris semata-mata. Banyak hal yang terlibat dalam proses membaca dan ketidakmampuan membaca bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa bekerja sendiri-sendiri atau secara serempak.
b. Aspek afektif atau aspek emosi yang mendalam merupakan konsep yang menampakan aspek kognitif dari minat di tampilkan dari sikap terhadap aktifitas yang diminati akan terbangun seperti aspek kognitif. Aspek afektif dari pengalaman pribadi, sikap orang tua, guru dan kelompok yang mendukung terhadap aktifitas yang diminati.seseorang yang memiliki minat membaca yang tinggi akibat dari kepuasan dan manfaat yang didapat maka seseorang tersebut akan sangat fokus terhadap aktifitas membacanya.
c. Aspek skemata; salah satu aspek penting yang menentukan keberhasilan membaca adalah skemata. Secara umum, skemata dimaknai sebagai pengetahuan awal yang telah tersimpan dalam memori seseorang. Skemata merupakan struktur pengetahuan abstrak yang disimpan secara hirarkis dalam otak (Pratiwi, 2001).
d. Aspek perseptual; membaca sebagai proses perseptual mengandung pengertian bahwa dalam membaca merupakan proses mengasosiasikan makna dan interpretasi berdasarkan pengalaman tentang stimulus atau lambang, serta respons yang menghubungkan makna dengan stimulus atau lambang tersebut.
5. Tahap-tahap dalam Kegiatan Membaca
Ada tiga langkah dalam kegiatan membaca, yaitu kegiatan pramembaca, kegiatan membaca, dan kegiatan pascamembaca.
a. Kegiatan Pramembaca
Disebut kegiatan pramembaca karena kegiatan ini dilaksanakan sebelum seorang siswa melaksanakan kegiatan membaca. Fungsi utama kegiatan pramembaca adalah memberikan pengetahuan awal terkait dengan aspek-aspek bacaan yang hendak dipahami, melatih siswa mengetahui tujuan membaca, dan memberikan motivasi dan rasa percaya diri. Kegiatan pramembaca merupakan jembatan untuk mengaitkan beragam pengetahuan yang memiliki keterkaitan dengan isi bacaan.
Ada beragam variasi kegiatan pramembaca. Kegiatan pramembaca ini tidak boleh terlepas dari kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran membaca. Artinya, semua kegiatan pramembaca dirancang untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator yang akan dibelajarkan kepada mahasiswa.
b. Kegiatan Membaca
Kegiatan pada tahap membaca adalah salah satu tahap kegiatan penting dan utama dalam keseluruhan tahapan membaca. Seorang pembaca yang efektif dan efisien terlebih dahulu harus mengetahui tujuan dia membaca. Setelah mengetahui tujuan membaca, seorang pembaca akan memilih strategi membaca yang tepat dan sesuai untuk mencapai tujuan tersebut.
Teknik skimming sangat cocok digunakan untuk membaca cepat dan menemukan gagasan inti bacaan secara cepat. Sedangkan teknik membaca scanning sangat tepat digunakan untuk menemukan informasi tertentu secara cepat dalam teks yang dibaca.
c. Kegiatan Pascamembaca
Disebut kegiatan pascamembaca karena kegiatan ini dilaksanakan setelah seorang mahasiswa melaksanakan kegiatan membaca. Fungsi utama kegiatan pascamembaca adalah untuk mengecek apakah apa yang dibaca telah dipahami dengan baik oleh siswa. Kegiatan setelah membaca ini dapat berupa tugas atau pertanyaan-pertanyaan terkait dengan teks yang dibaca. Ada beragam variasi kegiatan pascamembaca. Kegiatan pascamembaca ini tidak boleh terlepas dari kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran membaca. Artinya, semua kegiatan pramembaca dirancang untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator yang akan dibelajarkan kepada mahasiswa.
6. Membaca Cepat
Membaca cepat adalah kegiatan membaca yang mengutamakan kecepatan membaca dengan tidak mengabaikan pemahamannya. Biasanya kecepatan itu dikaitkan dengan tujuan membaca, keperluan, dan bahan bacaan. Seorang pembaca cepat yang baik tidak menerapkan kecepatan membacanya secara konstan di berbagai keadaan. Penerapan kemampuan membaca cepat disesuaikan dengan tujuan membaca, aspek bacaan yang akan digali, dan berat ringannya bacaan. Strategi membaca cepat dilakukan dengan tujuan untuk memahami intisari bacaan, bukan bagian-bagian rinciannya yang detail.
Manfaat membaca cepat adalah sebagai berikut.
1) Untuk mencari informasi yang dibutuhkan dari sebuah bacaan secara cepat dan efektif
2) Menelusuri bahan/halaman buku dalam waktu yang singkat
3) Tidak banyak waktu yang terbuang karena tidak perlu memerhatikan atau membaca bagian yang tidak diperlukan.
Dua teknik dasar dalam membaca cepat, yaitu: (1) menangkap dan mengenali kata (2) mempercepat gerakan mata
a. Menangkap dan mengenali kata
Dalam proses membaca, mata bertindak sebagai indra yang menangkap kata-kata dalam bahan bacaan. Kata-kata tersebut kemudian dikirim ke otak untuk dikenali sebagai sebuah kosa kata, kelompok kata, maupun pemahaman sebuah kalimat.
Ternyata otak manusia mampu memproses kata-kata dengan baik bahkan ketika urutannya dibolak-balik. Coba Anda simak teks berikut:
Kmaemuapn mbecmaa cpeat trkeiat eart dngean kmaemuapn mngelnaei ktaa. Mnuasia mngenelai breabgai ktaa lweat bkuu dan tlisaun ynag dbiacaayn. Ktaa-ktaa tbuesret dsimiapn dlaam mmorei oatk dan aakn dinalkei lbeih cpeat ktikea dtemuikan kmblaei pdaa baahn baacan ynag brau.
Sekarang bandingkan dengan teks aslinya
Kemampuan membaca cepat terkait erat dengan kemampuan mengenali kata. Manusia mengenali berbagai kata lewat buku dan tulisan yang dibacanya. Kata-kata tersebut disimpan dalam memori otak dan akan dikenali lebih cepat ketika ditemukan kembali pada bahan bacaan yang baru.
Apa yang Anda rasakan ketika membaca kedua teks tadi? Kebanyakan orang tidak akan mengalami kesulitan berarti untuk membaca teks pertama. Mungkin kecepatannya akan lebih lambat karena teks tersebut dibolak-balik. Walaupun demikian teks tersebut masih cukup mudah dibaca dan dikenali sebagai kosa kata yang telah kita kenali sebelumnya.
Tulisan yang dibolak-balik tadi sekaligus menjadi bukti bahwa Anda mampu membacanya. Inilah prinsip yang akan kita gunakan dalam membaca cepat yakni mengenali kata demi kata dengan kecepatan tinggi sehingga Anda bisa terus berpindah ke kata berikutnya sambil membangun pemahaman dan konteks bahan bacaan.
Dalam membaca cepat kemampuan mengenali kata adalah dasar. Ketika Anda melihat sekumpulan huruf lewat mata dan mengirimkan ke otak, maka akan ada proses pengenalan terhadap kata-kata tersebut terlebih jika Anda pernah mengenal kosa kata tersebut sebelumnya. Itu mengapa orang yang rajin membaca memiliki kecepatan yang relatif lebih cepat dibandingkan orang yang jarang baca karena kekayaan kosa kata yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam teknik membaca cepat, kita akan melatih kecepatan mengenali berbagai kosa kata tersebut.
Berikut latihan yang dapat Anda lakukan. Coba lihat tulisan pada kolom pertama (paling kiri) kemudian temukan kata yang sama pada 4 kolom berikutnya. Lakukan proses ini dengan cepat dan sekali lirik. Semakin cepat dan akurat Anda mengenalinya berarti semakin cepat pula kemampuan asosiasi Anda terhadap kata-kata tersebut.
1) Latihan mengenali kata
Lakukan latihan tersebut dengan cepat. Rasakan mata Anda berpindah cepat dari kolom acuan ke kolom yang harus ditemukan.
2) Latihan mengenali kelompok kata
Latihan kedua adalah mengenali kelompok kata (frasa). Anda telah mengenal kata-kata ini sebelumnya. Sama seperti latihan sebelumnya lakukan dengan cepat untuk menemukan frasa yang sama pada kolom pertama di ketiga kolom lainnya.
Latihlah kedua hal di atas sampai Anda dapat mengenali dengan cepat sebuah kata dan kelompok kata (frasa). Dengan demikian, ketika proses membaca cepat dilakukan, pengenalan kata tidak tertinggal. Ibarat seorang pembalap, meskipun berkendara dengan kecepatan tinggi, Anda tetap awas atas apa-apa yang ada di depan, kiri dan kanan.
b. Mempercepat Gerakan Mata
Setelah Anda melatih kecepatan mengenali kata dengan akurat, sekarang kita akanmulai berlatih mempercepat gerakan mata. Dalam proses membaca seseorang melakukannya dengan menangkap kata per kata atau bahkan suku kata per suku kata.
Perhatikan contoh berikut. Inilah yang biasanya dilakukan banyak orang ketika membaca.
Tidak hanya itu kadangkala proses membaca bisa menjadi jauh lebih lambat jika ada proses mengeja per suku kata. Ini yang biasanya dilakukan ketika seorang anak mulai belajar membaca.
Dalam membaca cepat kita akan melatih menangkap dua, tiga, empat atau bahkan lima kata sekaligus sehingga mempercepat proses pembacaan.
7. Kecepatan Efektif Membaca (KEM)
Kemampuan membaca dengan cepat dan memahami isi bacaan biasa disebut dengan Kecepatan Efektif Membaca (KEM). Dengan demikian, ada dua aspek yang diperhatikan dalam kecepatan efektif membaca, yaitu kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan.
Seperti telah dijelaskan di muka, KEM itu merupakan perpaduan antara kecepatan membaca dengan kemampuan memahami isi bacaan. Kecepatan rata-rata baca merupakan cermin dari tolok ukur kemampuan visual, yakni kemampuan gerak motoris mata dalam melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin dari kemampuan kognisi, yakni kemampuan berpikir dan bernalar dalam mencerna masukan grafis yang diterimanya lewat indera mata.
Untuk menentukan KEM seseorang, diperlukan data mengenai rata-rata kecepatan bacanya dan persentase pemahaman isi bacaan. Data mengenai rata-rata kecepatan baca dapat diketahui apabila jumlah kata yang dibaca dan waktu tempuh bacanya diketahui. Cara menghitung rata-rata kecepatan baca adalah dengan cara membagi jumlah kata yang dibaca dengan waktu tempuh baca. Sebagai contoh, jika seseorang dapat membaca sebanyak 2500 perkataan dalam waktu 5 menit, artinya kecepatan rata-rata baca pembaca tersebut adalah 500 kpm (2500 : 5 = 500).
Sementara itu, untuk memperoleh data tentang persentase pemahaman isi bacaan yang objektif (bukan perkiraan), tentu diperlukan suatu alat untuk mengukurnya. Alat tersebut berupa tes. Untuk menentukan persentase pemahaman seseorang terhadap bahan bacaan yang dibacanya ialah dengan cara membagi skor bobot tes pemahaman isi bacaan yang dapat dijawab pembaca dengan benar dengan bobot/skor ideal kemudian diperkalikan dengan 100 (persen). Misalnya, jika seseorang dapat menjawab dengan benar tes pemahaman isi bacaan sebanyak 32 dari skor ideal 50, maka persentase pemahaman isi bacaan pembaca yang bersangkutan adalah 64% (32/50 X 100% = 64%).
Berpedoman kepada pengertian KEM, yakni perpaduan antara kemampuan visual dan kemampuan kognisi, maka contoh-contoh penghitungan KEM untuk data di atas dapat ditentukan KEM-nya. Dari hasil penghitungan rata-rata kecepatan baca diperoleh data 500 kpm; dari hasil penghitungan persentase pemahaman isi bacaan diperoleh data 64%. Maka penghitungan KEM-nya adalah 500 X 64% = 320 kpm. Angka terakhir ini (320 kpm) merupakan kecepatan efektif membaca yang sudah menyertakan pengukuran dua unsur penyokong kegiatan baca, yakni kemampuan gerak mata dalam melihat lambang-lambang cetak dan kemampuan memahami isi bacaan. Sementara angka 500 kpm itu merupakan kemampuan kecepatan rata-rata baca yang belum menyertakan unsur pemahaman isi bacaan.
Pengukuran kecepatan efektif membaca dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut.
(1) Mengukur Kecepatan Membaca (KM) dengan cara menghitung yang terbaca tiap menit
(2) Mengukur Pemahaman Isi bacaan (PI) secara keseluruhan dengan cara menghitung presentase skor jawaban yang benar atas skor jawaban ideal dari pertanyaan-pertanyaan tes pemahaman bacaan
(3) Mengukur KEM dengan mengintegrasikan KM dan PI
Keterangan:
KB = Jumlah kata dalam bacaan
Sm : 60 = Jumlah waktu membaca
PI = Presentase pemahaman isi bacaan
Menguji Kemampuan Efektif Membaca
Apakah Anda termasuk kategori orang yang memiliki kemampuan membaca secara efisien? Atau seberapa efektifkah Anda membaca? Juga seberapa banyak waktu yang Anda perlukan untuk membaca?
Untuk mengetahui seberapa cepat, efektif dan efisien cara Anda membaca, Anda bisa melakukan pengujian terhadap kemampuan Anda tersebut. Caranya sangat sederhana seperti yang diuraikan dalam tulisan ini. Namun agar pengujian berjalan dan memberikan hasil yang efektif, ada baiknya Anda meminta bantuan seorang teman untuk menjadi pengawas pengujian kemampuan Anda membaca, meskipun tes ini bisa Anda lakukan sendiri.
Menguji kemampuan membaca ini, biasanya diberikan bagi mereka yang akan melakukan atau mempelajari teknik membaca cepat (speed reading). Ini dilakukan sebagai titik awal untuk melihat tingkat kemajuan yang diperoleh setelah melakukan atau mempraktekkan teknik membaca cepat. Dan pola yang sama, juga bisa Anda lakukan untuk melihat seberapa efektif Anda membaca. Pengujian ini menitikberatkan pada pengukuran kecepatan Anda membaca kata dalam setiap menit dan kemampuan Anda memahami artinya sekaligus.
Teknik pengujian ini sederhana sekali. Anda hanya perlu menyediakan pengukur waktu (stopwatch, jam tangan atau jam meja), buku yang belum pernah Anda baca sebelumnya sebagai materi yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan Anda membaca dan menyerap informasi yang Anda baca dalam periode waktu tertentu. Umumnya setiap halaman buku yang berukuran setengah kuarto (105 x 148,5 mm) berisi sekitar 297 kata (setiap barisnya berisi sekitar 8 sampai 9 kata dan setiap halaman berisi sekitar 33 baris). Sementara periode waktu membaca yang diberikan untuk setiap pengujian, paling lama hanya 60 detik. Pada tahap pengujian berikutnya, periode waktu ini harus makin dikurangi.
Sebelum memulai pengujian, buatlah lebih dulu tabel terdiri dari empat kolom (waktu, jumlah kata, persentase pemahaman isi, keterangan yang menjelaskan kualitas membaca Anda) yang untuk ruang mencatat rekor Anda membaca sebagai berikut:
Pengujian 1
Tetapkan satu halaman buku yang akan digunakan untuk menguji kecepatan Anda membaca. Tekan tombol pengukur waktu, lalu mulailah Anda membaca dengan cara sebagaimana Anda biasa melakukannya. Lalu hentikan membaca bersamaan dengan habisnya waktu (60 detik). Tandai kata dimana Anda selesai membaca pada saat waktu habis.
Minta teman Anda yang mengawasi pengujian untuk menghitung jumlah kata yang telah Anda baca dalam waktu 60 detik. Lalu minta dia menguji kemampuan Anda menangkap isi tulisan yang Anda baca dengan cara membandingkan cerita Anda dan mencocokannya dengan isi tulisan, seberapa persenkah Anda mampu menyerap arti atau pesan yang disampaikan dalam tulisan yang Anda baca. Catat semua hasil itu pada tabel yang sudah disiapkan.
Pengujian 2
Buka halaman lain dan ulangi proses pengujian pertama dengan cara membaca secepat mungkin yang Anda bisa lakukan dalam waktu 60 detik. Jika waktu habis, tandai dimana Anda berhenti membaca dan hitung kembali jumlah kata yang dapat Anda baca dengan kecepatan maksimal.
Seperti pada proses pengujian pertama, Anda harus menceritakan kembali isi tulisan yang Anda baca dan minta teman Anda mencocokkan dengan isi tulisan. Lihat dan bandingkan, adakah perbedaan signifikan antara kecepatan membaca Anda dengan kemampuan menangkap isi tulisan antara pengujian pertama dengan pengujian kedua.
Pada pengujian pertama, mungkin akan nilai pemahaman Anda terhadap isi tulisan yang Anda baca jauh lebih baik ketimbang pada pengujian kedua. Tapi jumlah kata yang bisa Anda baca di pengujian kedua, tentu akan lebih banyak ketimbang di pengujian pertama.
Sebagai pembanding Anda bisa melihat tabel dibawah ini yang menjelaskan perbandingan antara kecepatan membaca dan kemampuan menyerap isi bacaan berikut penilaian kemampuan membaca.
Untuk meningkatkan kemampuan membaca secara cepat dan efektif, seperti yang dikategorikan dalam tabel, bisa dilakukan bila Anda mencoba mempraktikkan teknik membaca cepat. Pilih salah satu, atau jika Anda mau, bisa Anda mencoba mempraktikkan semua teknik membaca cepat yang ditawarkan. Kemudian cobalah uji hasil kecepatan membaca Anda (seperti prosedur pengujian di atas) setiapkali Anda selesai mencoba mempraktikkan teknik membaca cepat yang Anda pilih. Selamat mencoba.
Cara membacanya adalah paksakan mata Anda mengikuti kelompok yang dibuat oleh garis tadi. Dengan demikian, ketika pada baris pertama, Anda akan membaca kata “fenomena pria” sekaligus pada kolom pertama, kata “metroseksual yang kini” pada kolom kedua, kata “melanda seluruh dunia” pada kolom ketiga, dan kata “termasuk di kota-kota” pada kolom keempat. Lakukan hal yang sama pada baris-baris berikutnya.
Dengan cara ini, Anda akan memaksa mata melihat kelompok kata sesuai lebar garis yang Anda tentukan. Lakukan pergerakan tersebut dengan berirama sampai Anda terbiasa dengan pola 4 kali melihat dalam satu baris. Selanjutnya jika Anda sudah merasa mantap, jangkauan bisa diperlebar dengan melihat 3 kali dalam satu baris. Lakukan terus menerus sampai Anda dapat membaca dengan pola seperti itu tanpa perlu dibantu garis.
Sampai nantinya Anda bisa melakukannya dalam 2 kali lihat per baris atau bahkan beberapa orang bisa membacanya cukup 1 kali lihat perbaris. Cukup menantang bukan?
Semakin Anda konsisten melakukan latihan tersebut, maka secara bertahap Anda juga telah melatih otot-otot mata untuk bergerak dengan cepat dan teratur. Hal ini secara perlahan akan meningkatkan kecepatan baca sampai Anda menemukan kecepatan yang dirasakan pas.
DAFTAR PUSTAKA
Alex dan Ahmad HP. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Nurhadi. 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6
Satata, Sri, Devi S, dan Dadi W. 2012. Bahasa Indonesia, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Salah satu alasannya, kemampuan berbahasa (Indonesia) merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengingat sebagian besar IPTEK itu “terdokumentasi” dalam bentuk referensi yang bermedia bahasa Indonesia. Dengan memahami karakteristik bahasa Indonesia, seorang peserta didik akan lebih memahami hakikat dan fungsi bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk diaplikasikan dalam penulisan karangan ilmiah.
Dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh.
Bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal. Simbol merupakan makna yang diberikan kepada sesuatu yang dapat diserap pancaindra. Bahasa itu bukanlah sejumlah unsur yang terkumpul secara tak beraturan, seperti halnya sistem-sistem sehingga kalau hanya salah, sebagian saja. Karena bahasa selalu diungkapkan dalam konteks, ada unsur-unsur tertentu yang menyebabkan serasi tidaknya sistem bahasa di dalamnya. Unsur-unsur luar bahasa atau ekstrastruktural itu (yang sering batasnya dengan unsur bahasa atau unsur struktural tidak selalu jelas) disebut pragmatik. Sopan santun berbahasa dan sistem sapaan salah satunya.
Bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya itu. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita (yang diserap panca indera kita), sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain. Bahasa juga digunakan sebagai sistem tanda. Tanda adalah hal atau benda yang mewakili sesuatu, hal yang menimbulkan reaksi yang sama bila orang lain menanggapinya.
Bahasa selain itu juga sebagai sistem bunyi. Pada dasarnya bahasa itu adalah bunyi. Sesuatu dibagi makna di dalam bahasa tertentu, karena demikianlah kesepakatan pemakai bahasa itu. Bahasa bersifat produktif. Sebagai sistem-sistem dari unsur yang jumlahnya terbatas bahasa dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya. Ada pula sifat-sifat bahasa yang dipunyai oleh bahasa lain sehingga ada sifat universal, ada pula yang hampir universal.
A. Hakikat Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi. Alat komunikasi sangat beragam. Ada yang menggunakan benda-benda atau tanda-tanda tertentu untuk mengomunikasikan suatu informasi dan suatu gagasan. Ada yang menggunakan isyarat dari jari-jari tangan sehingga dikenal dengan bahasa isyarat. Ada juga komunikasi yang menggunakan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Secara umum, komunikasi dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bunyi-bunyi ‘bahasa’ yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang merujuk pada bahasa tertentu, misalnya bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Inggris atau bahasa yang lain. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan bunyi-bunyi ‘bahasa’ yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Komunikasi tersebut menggunakan piranti-piranti. Misalnya dengan gerakan jari tangan, ekspresi wajah atau mimik, menggunakan benda-benda tertentu seperti peluit, bendera, kentongan, beduk, atau benda-benda yang lain.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah sebenarnya yang dimaksud dengan bahasa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada baiknya kita merujuk pendapat beberapa pakar berikut.
Dari beberapa pandangan di atas dapat ditemukan dua hal yang berkaitan dengan hakikat bahasa. Pertama yang berhubungan dengan wujud bahasa dan yang kedua yang berkaitan dengan fungsi bahasa. Dilihat dari wujudnya bahasa adalah sistem lambang bunyi atau sistem simbol lisan yang bersifat arbitrer. Dilihat dari fungsinya, bahasa adalah alat komunikasi, alat berinteraksi untuk mengungkapkan pikiran, perasaaan, dan kemauan manusia. Selain berfungsi sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai alat identifikasi diri dan menjadi identitas suatu kelompok.
Dengan merangkum berbagai pendapat di atas, bahasa dapat diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar untuk berkomunikasi dengan anggota masyarakat tutur bahasa tersebut. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya.
Gambar 1.1 Hakikat Bahasa
Sistem tersebut mencakup unsur-unsur sebagai berikut: (1) sistem lambang yang bermakna dan dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya; (2) sistem lambang tersebut bersifat konvensional yang ditentukan oleh masyarakat pemakainya berdasarkan kesepakatan; (3) sistem lambang tersebut bersifat terbatas, tetapi produktif dan dinamis, artinya, dengan sistem yang sederhana dan jumlah aturan yang terbatas dapat menghasilkan jumlah kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana yang tidak terbatas jumlahnya; (4) lambang-lambang tersebut bersifat arbitrer (manasuka) digunakan secara berulang dan tetap; (5) sistem lambang bersifat unik, khas, dan tidak sama dengan lambang bahasa lain; (6) sistem lambang dibangun berdasarkan kaidah yang bersifat universal. Hal ini memungkinkan bahwa suatu sistem bisa sama dengan sistem bahasa lain.
B. Karakteristik Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem, lambang bunyi ujaran yang bersifat arbitrer, konvensional, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa di antara karakteristik bahasa adalah sistem, lambang, arbitrer, konvensional, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.
Sistem sangat identik dengan pengertian cara atau aturan. Sistem juga berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya yang berhubungan secara fungsional.
Begitupun dengan bahasa, sebagai sebuah sistem, bahasa memiliki komponen-komponen dan aturan-aturan. Dalam pengertian ini, bahasa memiliki dua aspek penting yaitu unsur-unsur dan hubungan-hubungan yang dirajut oleh unsur-unsur tersebut. Satuan-satuan bahasa tersebut selalu terkait satu dengan yang lain sehingga membentuk kepaduan yang erat dan saling mendukung.
Pyles dan algeo (1993) menyebutkan bahwa terdapat dua tingkatan dalam sistem bahasa yang mereka sebut sebagai duality of patterning yang jika diterjemahkan menjadi kaidah ganda sistem bahasa. Kedua tingkatan ini mencakup komponen makna dan bentuk. Komponen bentuk yang berupa bunyi dipelajari oleh cabang linguistik yaitu fonetik atau fonologi sedangkan komponen makna ditelaah oleh semantik dan tata bahasa.
Lebih jauh, Chaer (2007) menjelaskan, sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistemis. Dengan sistemis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola dan tidak tersusun secara acak atau secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-sub sitem atau sistem bawaan. Dapat disebutkan sistem bawaan tersebut antara lain: subsistem fonologi, morfologi, sintaksis dan subsistem semantik.
Dalam linguistik, terutama subsistem fonologi, morfologi dan sintaksis tersusun secara hierarkial. Artinya, subsistem yang satu terletak dibawah subsistem yang lain, lalu subsistem yang lain tersebut terletak pula dibawah subsistem lainnya. Selanjutnya, ketiga subsistem tersebut- pun terkait dengan subsistem semantik.
Dengan kata lain, bahasa sebagai sistem merupakan kerjasama antara subsistem yang lain dengan subsistem lainnya yang terjalin dan membentuk bahasa.
2. Bahasa Bersifat Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol yang diartikan dengan pengertian yang sama. Lebih rinci, Chaedar Alwasilah (1993) menjelaskan bahwa lambang atau simbol mengacu pada suatu obyek dan hubungan antara simbol dan obyek itu bersifat manasuka. Lambang dapat dibuat dari bahasa apa saja, ia bisa terbuat hari suatu benda seperti piramid yang melambangkan keagungan, atau dari kain seperti warna putih atau hitam atau juga dalam bentuk ujaran.
Lambang dengan segala seluk beluknya dikaji dalam kegiatan ilmiah dalam satu bidang kajian yang disebut dengan ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang memelajari tanda-tanda yang terdapat di dalam kehidupan manusia termasuk bahasa.
Dalam kehidupannya, manusia selalu menggunakan lambang. Oleh karena itu, Earns Cassirer menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari lambang, termasuk alat komunikasi verbal yang disebut dengan bahasa.
Jika ide atau konsep keadilan sosial dilambangkan dengan gambar padi dan kapas, maka wujud bahasa dilambangkan dalam bentuk bunyi yang berupa satuan-satuan bahasa seperti kata atau gabungan kata. Mengapa kata disebut sebagai lambang dalam satuan bahasa? Sekali lagi, karena lambang bersifat manasuka, yaitu tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dan dengan yang dilambangkannya.
3. Bahasa Bersifat Abitrer
Bahasa bersifat arbitrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan.
Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.
4. Bahasa Bersifat Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa harus mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Contohnya adalah, adanya kesepakatan dalam masyarakat bahasa Indonesia untuk menyebut suatu benda beroda dua yang dapat dikendarai dengan dikayuh, yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi “sepeda”, maka anggota masyarakat bahasa Indonesia “seluruhnya” harus mematuhinya. Jika tidak diapatuhi dan kemudian diganti dengan dengan lambang lain, maka komunikasi antar masyarakat akan terhambat.
Oleh karena itu, jika ke-arbitreran bahasa terletak pada antara lambang-lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, maka ke-konvensionalan bahasa terletak pada kepatuhan para penutur bahasa untuk menggunakan lambang-lambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkan.
5. Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
6. Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu yang dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja, misalnya: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
7. Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
8. Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.
c. Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi. Salah satu alasannya, kemampuan berbahasa (Indonesia) merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengingat sebagian besar iptek itu “terdokumentasi”dalam bentuk referensi yang bermedia bahasa Indonesia.
Salah satu hal yang sangat urgen kaitannya dengan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah bagimana caranya agar pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dapat berhasil dengan baik? Jawaban untuk pertanyaan seperti itu tentu banyak sekali variasinya, mengingat banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia,. Salah satunya adalah perlu adanya pemahaman mengenai karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia oleh praktisi pendidikan, khususnya guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan memahami karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia, seorang guru paling tidak akan mampu (1) memilih bahan materi yang tepat, (2) memilih metode dan strategi yang membuat proses pembelajaran menjadi lebih hidup dan menyenangkan, dan sebagainya, serta pada muara akhirnya adalah (3) dapat mengantarkan pada ketercapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Lalu, bagaimanakah karakteristik pembelajaran Bahasa Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan seperti itu tentu harus dikaitkan dengan hakikat bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa dan bahasa Indonesia sebagai suatu mata pelajaran.
D. Bahasa Indonesia sebagai Suatu Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia berupa bunyi simbol yang mengandung makna. Dengan bahasa, manusia dapat mengaktualisasikan pikiran dan perasaannya, serta dapat berinterakasi dengan sesamanya untuk berbagai keperluan hidup. Demikian pula bahasa Indonesia, sebagai sebuah bahasa, peran dan fungsinya tidak akan jauh berbeda dengan hal tersebut. Itulah sebabnya, pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah harus mengaitkan dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi. Oleh karena itu, pendekatan dan metode yang digunakan guru dalam pembelajaran berpedoman pada fungsi bahasa tersebut, yaitu metode atau pendekatan komunikatif.
Bahasa merupakan sebuah sistem. Di dalam bahasa terdapat berbagai komponen yang membentuk sistem bahasa, diantaranya adalah komponen pada tataran bunyi (fonologi), kata (morfologi), kalimat (sintaksis), makna (semantik), dan sebagainya. Setiap komponen bukannya berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan. Dengan memahami bahwa bahasa Indonesia sebagai sebuah sistem, pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang baik dilakukan secara terpadu (terintegrasi), bukan secara terpisah-pisah (parsial). Keterpaduan itu tidak hanya lintas materi, bila perlu lintas bidang atau lintas mata pelajaran.
Bahasa akan muncul salah satunya dipengaruhi oleh situasi atau konteks tertentu.
Faktor konteks ini akan turut memberi kontribusi dalam proses “pembentukan makna” pada bentuk bahasa yang muncul. Sehubungan dengan hal tersebut, kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia yang baik di sekolah dilakukan tanpa meninggalkan konteks berbahasa. Dengan kata lain, pendekatan kontekstual akan menjadi sebuah alternatif yang tepat untuk digunakan dalam praktik pembelajaran bahasa Indonesia.
E. Bahasa Indonesia sebagai Suatu Mata Pelajaran di Sekolah
Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), termasuk KTSP dan Kurikulum 2013, pada dasarnya adalah sebuah program pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa (dan sastra) Indonesia di kalangan para peserta didik. Mata pelajaran tersebut mengemban fungsi sebagai (1) sarana pembinaan kesatuan dan kesatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa dan sastra Indonesia yang baik unutk berbagai keperluan, (5) sarana pengembangan penalaran, dan (6) sarana pemahaman keberagaman budaya Indonesia melalui khasanah kesastraan. Tujuan dan fungsi mata pelajaran bahasa Indonesia tersebut akan menjadi pedoman dan arah dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Di antara tujuan yang diemban oleh mata pelajaran bahasa Indonesia adalah peserta didik memiliki keterampilan dalam berbahasa Indonesia secara baik dan benar, baik secara reseptif (membaca dan menyimak) maupun secara produktif (berbicara dan menulis). Aspek keterampilan, termasuk keterampilan berbahasa Indonesia, biasanya akan dimiliki seseorang apabila ia rajin berlatih.
F. Karakteristik Bahasa Indonesia Ilmiah
Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu bahasa Indonesia yang digunakan dalam menulis karya ilmiah. Sebagai bahasa yang di gunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori atau gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan menjadi media efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun lisan.
Suparno, dkk. (1994: 2-14) menjelaskan bahwa karakteristik bahasa Indonesia ilmiah itu (1) lugas dan jelas, (2) objektif, (3) cendekia, (4) ringkas dan padat, (5) konsisten, (6) gagasan sebagai pangkal tolak.
Lugas diartikan mengandung makna apa adanya, gagasannya jelas, tidak berbelit-belit, mudah di pahami, tidak diungkapkan dalam bentuk kiasan, dan tidak berbunga-bunga. Jelas berarti gamblang, tegas, dan tidak meragukan.
2. Objektif
Kalimat bahasa Indonesia ilmiah dikatakan objektif bila mengungkapkan sesuatu dalam keadaan sebenarnya, artinya tidak dipengaruhi oleh emosi pemakainya. Ciri objektif bermakna bahwa bahasa Indonesia ilmiah tidak boleh bersifat subjektif, yakni mengemukakan suatu pandangan dari sudut pribadi saja, tanpa memperhatikan sudut pandang orang lain secara umum.
3. Cendekia
Bahasa Indonesia ilmiah bersifat cendekia, maksudnya bahasa itu mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat. Kalimat-kalimatnya mencerminkan ketelitian yang objektif sehingga suku-suku kalimatnya sejalan dengan proposisi logika. Kecendekiaan juga tampak pada ketepatan dan kesaksamaan penggunaan kata.
4. Ringkas dan Padat
Bahasa keilmuan berciri ringkas dan padat, artinya pemakaian unsur bahasa didalamnya hemat. Unsur-unsur yang tidak diperlukan karena tidak fungsional dalam mengungkapkan gagasan dibuang.
Jika penggunaan unsur bahasa sudah ringkas, kandungan gagasan yang diungkapkan menjadi padat. Dengan demikian, ciri padat berkenaan dengan kepadaan gagasan yang terungkap. Realisasi ciri ringkas dan padat tidak hanya di tandai oleh penggunaan unsur-unsur bahasa dalam kalimat, satuan bahasa yang serupa kalimat dalam paragraf pun jika tidak fungsional, dapat dihilangkan.
5. Konsisten
Bahasa Indonesia berciri ilmiah berciri konsisten, artinya harus bersifat ajeg, taat asas, selaras, dan tidak berubah-ubah. Unsur-unsur bahasa serupa pembentukan kata dan tata tulis (pengunaan ejaan dan tanda-tanda baca ) digunakan sesuai kaidah yang berlaku konsisten. Penggunaan istilah dalam bahasa Indonesia ilmiah juga perlu dilakukan secara taat asas.
6. Gagasan sebagai Pangkal Tolak
Gagasan menjadi pangkal tolak bahasa Indonesia keilmuan. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat bahasa keilmuan berorientasi pada kalimat pasif, bukan kalimat aktif. Kalimat merupakan bagian penting dalam penyampaian gagasan. Satuan bahasa yang lebih kecil dari kalimat antara lain kata dan kelompok kata, tidak dapat dipakai sebagai alat penyampai gagasan yang utuh sebab tidak mampu menampung gagasan yang lengkap.
Kalimat-kalimat yang dipakai dalam sebuah karangan diusahakan sederhana, pendek-pendek, dan mudah dipahami oleh pembaca. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif.
G. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku. Ungkapan “gunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar”. Kita tentu sudah sering mendengar dan membaca ungkapan tersebut.
Permasalahannya adalah pengertian apa yang terbentuk dalam benak kita ketika mendengar ungkapan tersebut? Apakah sebenarnya ungkapan itu? Apakah yang dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Apa pula alat ukur bahasa yang benar?
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek berbahasa yang komunikatif. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan. Kita tidak dapat menyampaikan pengertian mengenai jembatan dengan bahasa yang sama kepada seorang anak sekolah dasar dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda, daya serap seorang anak dengan orang dewasa tentu jauh berbeda.
Lebih lanjut lagi, karena berkaitan dengan aspek komunikasi, maka unsur-unsur komunikasi menjadi penting, yakni pengirim pesan, isi pesan, media penyampaian pesan, dan penerima pesan. Mengirim pesan adalah orang yang akan menyampaikan suatu gagasan kepada penerima pesan, yaitu pendengar atau pembacanya, bergantung pada media yang digunakannya. Jika pengirim pesan menggunakan telepon, media yang digunakan adalah media lisan. Jika ia menggunakan surat, media yang digunakan adalah media tulis. Isi pesan adalah gagasan yang ingin disampaikan kepada penerima pesan.
Marilah kita gunakan contoh sebuah majalah atau buku. Pengirim pesan dapat berupa penulis artikel atau penulis cerita, baik komik, dongeng, atau narasi. Isi pesan adalah permasalahan atau cerita yang ingin disampaikan atau dijelaskan. Media pesan merupakan majalah, komik, atau buku cerita. Semua bentuk tertulis itu disampaikan kepada pembaca yang dituju. Cara artikel atau cerita itu disampaikan tentu disesuaikan dengan pembaca yang dituju. Berarti, dalam pembuatan tulisan itu akan diperhatikan jenis permasalahan, jenis cerita, dan kepada siapa tulisan atau cerita itu ditujukan.
2. Bahasa yang Benar
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa.
Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek: (1) tata bunyi (fonologi); (2) tata bahasa (kata dan kalimat); (3) kosakata (termasuk istilah); (4) ejaan; dan (5) makna.
Pada aspek tata bunyi, misalnya kita telah menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bunyi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.
Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah, robah, rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban. Dari segi kalimat pernyataan di bawah ini tidak benar karena tidak mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat atau dan objek.
Contoh:
– Pada tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria.
Jika kata pada yang mengawali pernyataan itu ditiadakan, unsur tabel di atas menjadi subjek.
– Tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria.
Dengan demikian, kalimat itu benar.
Pada aspek kosakata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar dan udah lebih baik diganti dengan kata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara (airlines), keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi.
Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita. Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosakata, istilah, dan ejaan. Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat (Dendy Sugondo, 1999: 21).
Berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam hal tata bahasa, melainkan juga memperhatikan aspek komunikatif. Bahasa yang komunikatif tidak selalu harus merupakan bahasa standar. Sebaliknya, penggunaan bahasa standar tidak selalu berarti bahwa bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar (Alwi dkk., 1998: 21).
DAFTAR PUSTAKA
Alek dan achmad, HP. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Arifin, E. Zaenal. 1990. Penggunaan Bahasa Indonedia dalam Karangan Ilmiah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa
Hs, Widjono. 2012. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.
Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6
Satata, Sri, Devi Suswandari dan Dadi Waras Suhardjono. 2012. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembang Kepribadian. Jakarta: Mitra Wacana Media.